Kamis, 07 September 2017

Berteman dengan Setan



Seorang teman mengajarkanku untuk tidak menolak mentah2 setan dalam diri kita. Hmm... aku percaya setiap hal itu diciptakan Tuhan pasti ada maksudnya. Termasuk setan yg seringkali diangggap musuh oleh manusia2 taat. 

Tulisanku tempo hari adalah tentang patah hati yg berlipat2. Lalu kali ini? Bagaimana cara balas dendam agar bisa merebut suami orang? Atau Bagaimana cara mengucapkan mantra agar kehidupan rumah tangga orang lain tidak bahagia

Tuh kan... setan sekali pikiran saya pemirsa, hahaa...... 

Sebenarnya, siapakah yg dimaksud setan itu? Apakah setan itu sesungguhnya hanyalah kiasan manis untuk sisi diri kita yg dianggap “dapat mencelakakan orang lain”? Jadi, kalo sisi itu hanya berupa pikiran, namun akibatnya hanya bisa dirasakan sendiri tanpa berefek bagi orang lain, apa itu bisa disebut dgn setan? Atau janin setan? Atau piye? Haha.... malah bingung dewe.

Sebagai manusia kompleks, aku seringkali bangun pagi dengan perasaan campur aduk. Awal2 si mas itu menikah, bangun tidur aku biasanya langsung nge tweet. Karena...... sesak sekali rasanya membayangkan : “Kejamnya dunia ini. Mas itu tiap malam bahagia bersanding dgn istrinya. Bisa belai2 istrinya, bisa ngapa2in dan seterusnya yg diinginkan, karena dia dan istrinya udah ‘berlabel’ halal. Sementara aku ini... siapalah aku ini? Hanya remahan wanita perawan agak tua yg kesepian & haus cinta? Oh ya, aku adalah wanita single sholihah yg berusaha untuk taat dgn tidak pacaran & tidak macem2 dgn pria bukan muhrim hingga menuju pernikahan yg diridloiNya.

Wah.... pencitraan sekali saia ya! Bagi khalayak alim, menjadi wanita sholihah adalah sesuatu yg diimpi2kan. Dan seperti yg mereka sarankan : Jika ingin mendapat jodoh yg baik, maka mendekatlah kepada Sang Pemilik Hati, jangan PDKT pd pria2 pencuri hati. Aku pun mencoba mengikuti apa yg disarankan mereka. Lalu sejak patah hati itulah tiba2 aku memperbanyak doa, merajuk pada Tuhan, beristighfar, bershalawat, kalimat2 indah perekat jodoh pun sering aku lantunkan. Shalat2 sunnah pun mulai hadir menyapa Dia, seolah2 ingin kutunjukkan : Tuhan, aku sedang berusaha untuk mendekati jodohku melaluiMu. Mohon permudahlah Tuhan. Karena aku bukanlah wanita yg pandai PDKT, makanya aku minta pada Njenengan. Tolong pilihkan pria yg mampu menjadikan hamba lebih mencintai Njenengan, meskipun hamba tahu kalau hamba ini wanita yg absurd. 

Demikian, hari2 sbg wanita islami pun tampak nyata dalam diriku. Awalnya aku nggak terlalu percaya kalo doa & sholat bisa mengubah hatiku. Habis patah hati itu aku kayak orang bingung. Aku benar2 merasa kehilangan matahari, seseorang yg aku tunggu2 kabarnya setiap hari. Lalu...setelah dia menikah, aku kayak dipaksa untuk menjauh dari seseorang yg berarti. Yasuda..tidak ada cara lain. Gimana2, aku tetap berada pada posisi yg salah kan? Mereka sudah meniqa... legalitas hukum dan agamanya lebih jelas. Sementara aku... siapalah... siapa jg yg mau peduli dgn legalitas perasaanku terhadapnya? Aku toh udah lebih dulu suka sama masnya dibanding istrinya sekarang. Tapi yaa.. tetap aja aku akan dianggap hantu, khan? Iya khan??
Gimana kalo aku dengan sengaja curhat di sosmed bilang : “Seandainya waktu bisa berputar kembali...Ingin rasanya aku melempar bom untuk menghancurkan acara akad nikahmu dulu.. “ 

Ah tidak.. itu terlalu sinetron, gimana kalo gini aja : “Aku tahu sekarang kamu sudah bahagia bersama istrimu mas, tapi ijinkan aku untuk menyelipkan rasa rindu ini melalui angin malam. Biarlah.. doaku yg terbang bersama angin ini ikut memelukmu. Karena aku sadar, ragaku tak ditakdirkan untuk berada di dekatmu.”
*yang ini mah sinetron juga kali Im, ini malah FTV versi relijius -_-

Yah.. apapun lah... Intinya kalo aku curhat di sosmed (padahal blog jg termasuk sosmed terselubung, ampun) terkenal, aku pasti bakalan dibully netizen krn mereka langsung mengeroyokku dgn sebutan : p-e-l-a-k-o-r  (opo tho kui? Kalo gak tahu artinya silakan tanya mbk googlewati). 

Sekarang ini istilah pelakor sama negatifnya dgn istilah koruptor atau teroris. Padahal... Oh No! Mereka tidak tahu kalo merindukan suami orang itu bukanlah perbuatan keji yg hanya bisa dilakukan oleh tante2 cantik penggoda. Wanita sholihah kayak aku ini pun (kepedean tp ya gak papalah biar aku bahagya) pernah juga diuji oleh Tuhan untuk merindukan seseorang yg bukan haknya. Aku sebenarnya sadar bahwa ini ujian sejak awal jatuh cinta sama dia sekitar 6 tahun lalu. Namun, sbg wanita usia dewasa yg ingin segera berumah tangga, aku pun mengabaikan celotehan2 sekitar yg memperingatkanku tentang “sifat aslinya”. Aku semakin tertarik untuk memperbesar fantasi2ku tentang dia...Gambaran bahwa dia adalah pria ideal, pria baik yg akan datang ke rumah untuk melamarku, selalu aku bangun tiap hari. 

Saat itu aku memang gila (bahkan hingga saat ini pun kegilaanku masih residual). Kita tidak pernah berinteraksi di dunia nyata. Namun, sekali tatapan dan senyuman yg pernah dilemparkan padaku itu (entah dia sengaja atau tidak) terus membekas dalam hati & pikiranku hingga bertahun2. 

Aku berpikir dia adalah pria yg setia, yg tidak akan mempermainkan wanita, yg akan memperjuangkanku hingga menuju jalan yg diridloiNya. Ternyata... eh aku kepedean. Aku hanya sedikit debu diantara sebotol pasir yg ia simpan dan diberi tulisan : Wanita. 

Hingga akhirnya kiamat kecil itu datang..... Saat2 ketika dia resmi menjadi milik orang lain....

Sejak saat itu aku terus berusaha menguatkan diri untuk tidak kepo tentang dia. “Ingat, Ima. Sekali kamu kepo, maka kesempatanmu untuk bertemu jodoh semakin jauh.” Nasihat itu yg terus aku tanamkan pada diri sendiri. Tentu itu hal yg tidak mudah bagiku. Seketika aku langsung bisa merasakan gimana penderitaan sbg tokoh antagonis di sinetron. Aku merasa memiliki sifat jahat & berharap ketidakbahagiaan dalam kehidupan rumah tangga mereka. “Enak aja kamu ngrasain bahagia. Gak lihat apa yg udah kamu lakuin ke wanita2 sebelum istrimu?”

Ya, mungkin aku memang jahat. Tapi jahat membuatku merasa menjadi manusia. Aku tidak bisa membohongi Tuhan & dunia bahwa aku sudah ikhlas. Ikhlas itu proses panjang, bisa jadi proses seumur hidup. Dan..menjadi jahat adalah cara untuk menguatkan aku. Dengan mengingat kejelekan2 yg pernah dia tunjukkan, aku pun bisa sedikit melupakan dia dan tidak tergerak untuk kepo lagi. Terkadang rasa benci itu begitu kuat... Terkadang sekedar angin lalu. Tergantung kondisi iman kayaknya ya?

Aku pun berusaha pula untuk tidak menganggap hidup terlalu serius. Jika awal2 patah hati aku merasa ceramah2 ustadz tentang jodoh dapat menguatkan aku, selanjutnya aku pun berganti metode. Aku mulai sering nonton vlog2 lucu yg menertawakan penderitaan hidup, khususnya tentang cinta. Aku merasa punya teman, gak cuman aku di dunia ini yg merana karena cinta. Alhasil kuotaku jadi gampang habis karena sering buka youtube -_-

Bertemu dengan pasien2 jiwa juga menjadi penyemangat buat aku. Aku jadi bisa melihat penderitaan sbg bagian dari kewajaran hidup. Gak semua orang hidupnya kayak mbaknya : pinter, lulus cepet, nikah muda, hidup bahagia... Kalo sasaran pandangnya cuma kampus itu, hmm... bisa2 aku gila. Apalah aku ini, dari dulu berniat dekat sama kehidupan kampus, rasa2nya malah kayak ditendang keluar. Hahahaa.....

Lalu tentang kekuatan doa? Sejak awal jatuh cinta hingga patah hati, aku selalu mengajak Tuhan ngobrol sbg teman curhat. Mungkin krn aku introvert, makanya lebih bisa banyak cerita dgn diri sendiri, dan ujung2nya selalu mencari Tuhan buat nemenin nangis.

Kalo aku curhat sama temen, ya itu cukup membantu, tapi kadang juga menimbulkan salah paham. Aku cerita menye2, marah2, malah dia bilang,”Sudahlah... syukuri aja hidup ini.” It made me feel like ‘aarrrghhh’. Tapi kalo cerita sama Tuhan enak. Dia nggak pernah menghakimi. Aku ngomel2, protes2, marah2 kesal, sampe sering mengajak setan untuk berkomplot.... Eh Dia diem aja. Dia tetap tenang...

Sekian bulan aku sholat dan berdoa dalam perasaan yg campur aduk, hingga kemudian aku tergerak untuk memfokuskan ibadah secara khusus dalam rangka menjemput jodoh. Ada doa favorit yg sering aku panjatkan. Doa itu aku peroleh dari kiriman temanku (yg juga lagi galau jodoh). Aku baca siang, malam, hampir tiap hari. Aku mulai mencermati saat2 mustajab untuk berdoa, sbg contoh : pada hari Jumat, setelah adzan, setelah sholat... 

Dan tentu saja template doanya selalu melibatkan kalimat : “Ya Allah, pertemukan hamba dgn jodoh hamba secepatnya.”

Hari demi hari berganti... Setiap hari aku gelisah, kenapa jodohku nggak dateng2 ya? Aku kan udah rajin berdoa. Terkadang, ada perasaan lelah, merasa lelah menjadi orang (yg mengaku) taat. “Oh Tuhan, plis deh. Aku kan udah sholat sejak SD. Aku gak pernah pacaran dari kecil sampe sekarang. Aku berusaha menjaga diri dari pria2 tebar pesona. Tapi mana balasannya? Kenapa teman2ku yg udah pernah gonta-ganti pacar sekarang udah banyak yg menikah?”

Buku karya Asma Nadia & Ajahn Brahm yg aku beli setelah patah hati turut menyelamatkan aku. Aku kemudian menyadari bahwa kekuatan doa tidak bisa dipaksa. Doa itu kekuatan majik yg berjalan dgn caranya sendiri. Dan gak setiap hal yg kita minta akan dibalas saat itu juga sesuai permintaan kita. Bisa jadi doa menjelma menjadi hal2 lain yg seringkali kita remehkan bahkan kita maki. Sbg contoh, nikmat kesehatan dan umur panjang.....Ya oke sih aku belum 100% move on. Tapi menghargai bahwa setelah ditampar patah hati hebat aku tidak bunuh diri sampe sekarang, itu juga sebuah prestasi besar lhoo. 

Begitu juga dgn nikmat berupa “penderitaan.” Seringkali aku memprotes keadaanku yg masih sendiri. “Enaknya punya suami yg bisa nyayang & ngasih perhatian.... enaknya punya anak yg bisa diajak bercanda....Sementara aku.....Duh, umurku sudah berapa, nanti punya anak umur berapa? Duh.. Sedihnya Ya Allah...

Memasuki bulan Dzulhijah, aku merasa ada sesuatu dari diriku yg harus diubah. Maka 10 hari pertama Dzulhijah aku manfaatkan dgn baik. Yg dulu cuma puasa Arafah, kini puasa di awal Dzulhijah lainnya pun aku lakuin. Aku punya keyakinan bahwa hari raya kurban tahun ini aku gak cuma belajar nyembelih atau makan kurban. Aku juga harus belajar mengikhlaskan. Ya, itu yg diajarkan Nabi Ibrahim & Ismail. Sayangnya sejak tgl 6 Dzulhijah aku haid, jadi gak bisa melaksanakan ibadah2. 

Malam Idul Adha aku banyak merenung... Duh, sudah se-setan apakah aku selama ini? Aku masih sering berharap keburukan terjadi pada orang lain, hanya karena keberuntungan tidak berpihak padaku. Malam itu aku bertekad untuk memaafkan orang2 yg pernah menyakitiku, termasuk masnya & mbaknya.... Aku berharap setelah ini aku akan menjadi manusia yg lebih baik (shg segera didekati jodoh).

Keesokan harinya, pagi Idul Adha, saat orang2 kebanyakan pergi sholat Ied, aku hanya mengurung diri di kamar. Aku pun coba menguji nyali, kira2 aku ini udah beneran ikhlas belum ya? Yg aku ingat akhir2 ini mbaknya cukup rajin nulis blog. Awalnya aku pikir mbaknya bakal sering nulis gini : “Oh, betapa bahagianya aku. Aku berhasil menjadi pemenang di antara berjuta wanita yg pernah menjadi korban si mas, hahahaha....” Ternyata dugaanku tidak sepenuhnya benar. Beberapa tulisannya memang ada kata2 bahagia yg bikin aku iri banget sih :(. Sbg contoh, dia pernah cerita bahwa dia bahagia karena menikah dgn pria pilihannya, dia senang ada teman untuk berbagi bersama setiap hari krn dulunya sih cuma bisa ketemu masnya tiap sabtu/minggu. (yg bikin nyesek krn aku aja dulu tuh menahan hawa nafsu banget ya buat ngobrol blablabla sm masnya. Padahal waktu itu pernah dilanda rindu beraat...Sebenernya kalo nekat aku bisa aja langsung tulis surat : Mas, aku tuh falling in love sama kamu, kamu mau gak nikah sama aku? Pokoknya harus mau ya! *sodorin pistol). 

Awalnya aku sangsi, duh aku bakalan bisa gak ya baca tulisannya sampe selese, secara dulu aja aku kepo dikit berita tentang dia dada ini rasanya langsung sesak gak karuan. Ternyata aku cukup “menikmati” penderitaannya. Setan says: “Tuh, Im. Kamu tuh gak seharusnya bersedih hati, ngerasa diri kamu paling menderita krn sendiri & kesepian. Mbaknya aja yg menurut dunia hidupnya beruntung tuh ternyata gak sebahagia yg kamu kira.” Eh bentar..bentar.. itu tadi setannya udah tobat apa gimana kok ngomong gitu? Aku pikir si setan bakalan ngajak aku menertawakan penderitaan si mbak, tp kok dia malah ngajak aku berempati? 

Jadi si mbak cerita bahwa di tulisannya yg terakhir (& super panjang) itu dia mengungkapkan kebahagiaannya krn beberapa waktu lalu dia diberi keajaiban oleh Tuhan. Dia hamil! Oh, wow....ulalaa... (dulu aku sempat ngebayangin skenario drama : pokoknya kalo nanti kita sama2 udah punya anak dewasa, anakku nggak boleh jatuh cinta sama anak dia). Baca tulisan dia “hamil” aja aku langsung terkesima. Oh my God, akankah skenarioku sebentar lagi menjadi kisah nyata? 

Aku baca kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf. Dan..dan.... jantungku berdegup kencang dgn rasa yg aneh. Entah itu seneng, sedih, atau apa..yg jelas aku merasa naluriku sbg sesama wanita ikut tergerak. Dia berkisah...beberapa waktu setelah dia diketahui hamil, selanjutnya ujian terjadi. Dia beberapa kali mengalami flek yg menyebabkan dia harus bedrest. Hingga puncaknya... dia mengalami flek hebat yg menyebabkan dia harus kehilangan janinnya!! Iya... bayangin, bahkan janinnya ada 2. Ya Allah... kembar! Aku gak bisa bayangin gimana rasanya kalo aku jadi dia, hiks..hiks...

Orang bilang kehilangan anak itu rasanya lebih menyakitkan daripada kehilangan suami. Mungkin memang benar adanya. Kata2 yg dia tulis memang sinetron banget, tapi.. ya aku tahu itu menyedihkan....

Setelah membaca tulisannya aku menjadi merasa bersalah. Aku pun merasa bingung gak menentu... Pengen banget curhat sama orang untuk meluapkan semua emosi yg aku rasakan. Aku WA gangguin orang2. Sayangnya gak ada satupun yg bisa ditelpon untuk jd temen curhat. Iya sih, kan lagi hari Idul Adha, palingan lagi sibuk silaturahim atau potong2 daging. Akhirnya ya aku tulis note ini aja, mencoba waras. 

Dan terbayang kembali bahwa beberapa waktu lalu aku pernah sedemikian jahat. Dalam keadaan marah, sedih, sakit, merasa terdzolimi aku ngomel2 sama Tuhan. Ataukah saat itu ada doaku yg “dikabulkan” oleh Tuhan? Aku bahkan tidak berani menyebut kata2 kasar itu sbg doa. Oh Ya Allah, sungguh sedikit pun aku gak ada niat untuk mencelakai orang lain. Aku hanya terbawa emosi. Dan hamba tahu, Njenengan pasti bijak dalam mengabulkan doa2 hambamu. Njenengan lebih tahu doa mana yg berkualitas untuk dikabulkan atau tidak. 

Aku berusaha menyadarkan diriku bahwa semua yg terjadi adalah suratanNya. Aku terluka, mbaknya terluka, masnya juga terluka.... Oh Ya Allah...baru kali ini aku merasa kisah cinta di serial India itu adalah nyata. Bahagia ternyata bukanlah sebuah takdir. Gak ada di dunia ini takdir Tuhan yg berbunyi : Ya, kamu aku takdirkan bahagia terus...Kamu menderita terus... Kalo kamu jomblo terus...

Bahwa Tuhan Maha Adil terhadap semua makhlukNya adalah benar. Bisa jadi sebenarnya semua hal di dunia ini bersifat netral. Manusia2 lah yg memberi warna & rasa pada kenetralan itu. Peristiwa masnya berjodoh dgn wanita lain adalah netral. Akunya aja yg merasa menjadi wanita paling menderita di dunia krn hal itu. Peristiwa mbaknya keguguran adalah netral. Aku sedih sedikit, dan mbak serta masnya mungkin sedih banget. 

Sampe detik ini aku tidak menjamin bahwa aku sepenuhnya ikhlas dgn apa yg telah terjadi. Namun, bukan berarti aku nggak punya keinginan untuk menjadi manusia yg lebih baik, yg legowo dgn perjalanan hidup. Aku pun mencoba mengikrarkan diri “bahwa aku memutuskan ikhlas” melalui sebuah status di FB. Ya, entah setan atau malaikat apa yg menggerakkan aku untuk sedikit ember. Bisa2nya aku mengatakan pada netizen bahwa 6 bulan ini aku telah patah hati karena dikecewakan manusia. Aku berjuang seperti bayi yg berusaha ikhlas menata perasaan (jd kan gak cuma mbaknya yg sibuk menata hati, dari seneng krn pengantin baru, hamil, kemudian mengikhlaskan calon anaknya). Meskipun demikian, aku telah memutuskan untuk ikhlas. Merasa sakit mungkin krn masih menganggap cinta harus memiliki. Sejak bertahun2 lalu aku jatuh cinta sama masnya, bayanganku selalu melambung tinggi. Ngelihatin fotonya yg lagi senyum aja aku bisa nangis. Bisa dibilang ini adalah pertama kalinya aku jatuh cinta dgn begitu dalam. Sejak dulu aku pun selalu pede dia adalah jodohku. Makanya begitu berhadapan dgn kenyataan, bisa dipastikan duniaku hancur berkeping2, syalala yeyeye.... (alhamdulillahnya sekarang udah bisa menertawakan nasib).

Mungkin aku yg terlalu berpikir positif tentang masnya. Dulu aku terlalu khusnudzon : “Aku kan sudah tiap hari mendoakan masnya biar bahagia, pastilah sekarang masnya lagi mikirin aku”. “Duh, kok masnya nggak pernah ngajak aku ngobrol sih? Cuma senyum2 dari jauh? Mungkin masnya sedang menjaga diri ya. Nanti kalo udah waktunya, masnya pasti bakal ngajak aku ta’aruf.” Itu adalah keyakinan yg terus aku bangun tiap hari untuk membuatku bahagia.

Dan nyatanya...... Aku akhirnya menyadari bahwa : Di saat aku bersusah2 mengingat dia, eh dia lagi mbribik banyak orang. Di saat aku meluangkan waktu mendoakan dia, dia lagi asyik bercengkrama sambil makan (ini bisa disebut pacaran juga kan ya?) dgn wanita (yg salah satunya menjadi istrinya). 

Ah ya sudahlah.. Back to the main topic. Ini kan ceritanya aku lagi mau ikhlas maafin orang nih. Jadi.. serangkaian “tabiat buruknya” di masa lalu seharusnya bisa aku maafkan. Aku nggak bohong kalo sampe saat ini aku masih mikirin dia, tp ya life must go on kan? Anggap aja ini bentuk ujian dalam menemukan jodoh yg sebenarnya. Kebayang nggak sih, ujian sabarnya aja sebesar ini, inshaAllah nanti ketemu jodohnya ya yg istimewa banget, melebihi mas itu berkali2 lipat, ahhaha....

Dan sesuai komitmenku di atas, aku maafin dia apapun yg terjadi. Ya benar, dia udah pernah melukaiku begitu dalam. Tapi aku hanya akan membenci sifatnya, bukan orangnya. Cukuplah, sifat2nya itu jadi pelajaran ke depan agar aku mampu menemukan pria yg lebih baik, pria pilihan Tuhan (kalo si mbak itu bilang dia menikah dgn pria pilihan hatinya, cukuplah aku berniat menikah dgn pria pilihan Tuhan). Aku pun udah mulai bisa berkata “baik” : mendoakan kebahagiaan si mas & si mbak (ya udah sih bikin anak lagi aja sana, masih muda jg sih nggak usah terlalu sedih. Trus gimana nasib gueh yg hampir kepala 3 ini belum punya suami & anak, hiks). Ini prestasi lho... krn sejak aku baca undangannya 6 bulan lalu, aku susah banget buat bilang “semoga si mas & si mbak bahagia.”

Aku sendiri juga bukan orang yg baik. Kalo aku orang baik, ngapain capek2 nulis kegalauan segini panjang, buka aib sendiri & orang lain? Ya terserah sih apa kata orang. Ini sih aku niat utamanya rawat jalan biar sembuh aja...

Aku sedang belajar untuk menerima kekurangan diriku & orang lain. Untuk belajar juga menerima setan2 dalam diriku. Kalo gak ada setan, mungkin aku nggak akan mengakui kebodohan & kegilaanku, amarahku, dendamku,& semua hal yg sebenarnya murni karakterku sendiri, tapi aku terlalu mudah melabeli sbg “dosa & kesalahan”. 

Memeluk setan dalam diriku membuat aku merasa menjadi aku. Ya, aku perlu berterima kasih pada Tuhan karena doa telah mampu mengubah setan & malaikat berteman baik, hingga kemudian aku bisa merasakan sedikit surga dari hatiku yg tidak putih.