Senin, 31 Desember 2012

On the wings of hope


I don't know how I'll feel,
tomorrow, tomorrow
I don't know what to say,
tomorrow, tomorrow,
it's a different day,
*Avril Lavigne-Tomorrow

Yeaah….. tomorrow beibeh…. Tomorrow gitu loh. Tau kan tomorrow itu apa? Tomorrow itu tahun baru, hoho….  Hari ini, sore ini, di kamar rumah saya, saya sedang asyik menulis. Belum terpikir untuk merayakan malam tahun baru dengan cara apa. Yg ada di pikiran saya dari kemaren hanyalah: saya harus bikin note, saya harus bikin note apapun yg terjadi. Mungkin ini termasuk cara menikmati malam tahun baru ya :)

Okey, note ini tadi dibuka dengan sesuatu tentang “tomorrow”. Maka saya pun akan melanjutkan lagi dengan topik tomorrow. Hmm, biasanya di malam tahun baru gini orang2 sibuk membuat resolusi. Temen2 pastinya juga kan? Membuat daftar mimpi dan harapan yg akan dikejar di tahun 2013 ini. Saya pun termasuk orang yg pengen latah dgn tradisi itu. Ohoho.., ya udah deh saya bikin resolusi juga. Resolusi saya diantaranya…… Pengen resmi lulus dan meraih gelar psikolog, pengen resmi belajar ke luar negeri, pengen resmi mulai nulis buku, pengen resmi bertemu someone special, pengen resmi apalagi  yaa? Aaah sudah deh sementara itu aja dulu, ntar saya dianggap cerewet lagi sama Tuhan :D

Saya suka dengan suasana tahun baru, karena pada saat itulah saya menjumpai banyak orang memiliki wajah penuh harapan. Keoptimisan, kebahagiaan, keceriaan, adalah warna-warna yg menghiasi berbagai jiwa. Dan itu terjadi di seluruh dunia lho, wiih keren kaan??? Meski yaa mungkin golongan penganut kepercayaan tertentu ada yg menganggap tahun baru itu tidak penting, bagi saya tahun baru itu tetep penting. Saya ingin ikut ambil bagian merasakan kebahagiaan belahan dunia pada umumnya, karena itu yg membuat saya merasa “hidup.” 

Oya, kira2 kalau teman2 diberi waktu untuk kontemplasi, ngobrol dengan Tuhan, apa yg akan teman2 katakan? Pasti terjadi perbincangan yang sangat khusyuk ya. Ngobrol di tengah malam, di kesunyian, ditemani lilin remang-remang. Di sebuah ruangan hanya ada kamu dan Tuhan. Setiap hal adalah rahasia dan sakral. Mungkin teman-teman akan merasa tersentuh dan menangis, mengingat peristiwa2 yg pernah terjadi sepanjang tahun 2012. Kadang muncul rasa kesal dan kecewa terhadap diri sendiri, penyesalan, serta perasaan bersalah. Kadang muncul rasa gembira, bangga, bersyukur & berterima kasih terhadap diri. Yak, semua rasa bisa muncul campur aduk . Dan setelah itu, ketika tiba waktunya untuk mengucapkan janji dan harapan di tahun baru, hati pun kembali bergejolak. Keoptimisan menghangati badan. Keyakinan diri menggetarkan jiwa. Saat itulah teman-teman seperti terlahir kembali. Siap melangkah menjadi manusia baru dengan atribut2 yg baru. Ok, guys. Bersiaplah berubah untuk menaklukkan dunia! 

Yo’i…. Itu kalo kontemplasinya bisa keren banget. Tapi kan tidak semua orang bisa memahami makna kontemplasi seperti itu ya? Kalo memilih untuk tahun baruan dengan menjepitkan diri di tengah kerumunan massa sambil terompet-ing, motor-ing, atau nonton konser yaa pastilah cara kontemplasinya berbeda. Hehe, susah kali ngobrol dengan Tuhan di tengah keramaian begitu? Try it! Kalo bisa, sumpeh deh anda gaul bangetss :D. 

Ya gak papa juga sih. Ngisi tahun baru kan gak harus dengan kontemplasi juga. Berhura2 ya why not? Santai ajaa…. Enjoy ajaa…. Kagak ada yg haram kok, hoho… Asal tidak melanggar hak orang lain aja sih. Soalnya kalo nggak ada yg pergi ke luar untuk ngrayain tahun baru, kalo semua orang memilih kontemplasi di kamar, kasihan artis2 yg diundang untuk ngisi acara tahun baruan. Mereka udah dandan cantik2, cakep2, eh nggak dianggap sebagai artis. Krik..krik..banget kan kalo yg nonton acaranya cuma jangkrik, hehe…

Ehm, ya apapun pilihan anda untuk ngrayain tahun baru, it’s okey… Mau kontemplasi di kamar, nonton acara tivi, pergi ke luar, Tuhan tetep ada kok di mana pun kita berada. Jadi di mata saya sosok Tuhan itu asyiik. Bisa diajak merenung bersama, bisa diajak hang-out bareng, bisa diajak joged bareng, bisa diajak kumpul bareng keluarga…. Very very flexible laah… 

Saya pernah mikir, apa sih tujuannya Tuhan nyiptain momen semacam tahun baru begini? Untuk mengingatkan bahwa kita semua berhak merasakan kegembiraan yg bersifat universal? Kalo perayaan hari besar agama atau peringatan kemerdekaan suatu negara kan hanya dinikmati oleh orang2 yg merasa berkepentingan  dengan hal itu. Sementara itu tahun baru sifatnya lebih luas, lebih menunjukkan sense of belonging yg besar. Sebuah perayaan yg bisa menyatukan banyak perbedaan. Saya yakin deh, di setiap negara pasti ada aja orang yg berinisiatif untuk merayakannya. Setiap orang kemudian terhanyut pada suatu rasa yg sama: Harapan. 

Ya, tentunya tidak ada kan orang yg memiliki harapan seperti ini: Tuhan, tahun depan saya mau mati aja. Atau tahun depan saya pengen jadi orang gila nih. Atau tahun depan saya pengen bangkrut aja trus punya utang. Atau tahun depan saya pengen sakit parah. 

Yakin deh, kagak ada orang2 yg berdoa seperti itu. Kalo pun ada, ntar hubungi saya ya, biar saya kurung di ruang terapi, haha…. Jadi dengan demikian, apa itu harapan? Harapan adalah sesuatu yg kita bayangkan sebagai kondisi terbaik. Sesuatu yg dapat membawa kita untuk bergerak, karena kita yakin bahwa sesuatu yg  membahagiakan sedang menunggu kita. Ciri manusia yg sehat adalah memiliki harapan. Oleh sebab itu kalo sampai ada yg bingung ketika ditanya, “apakah kamu punya harapan?” hmm, patutlah bercermin untuk melihat apakah kita masih cantik, eeh…. Maksudnya apakah kita masih sehat secara mental.

Harapan itu sifatnya lucu. Kita nggak bisa ngramal besok bakalan terjadi apa. Sangat mungkin di tahun depan semua harapan kita tidak terwujud. Tapi kita lebih suka memilih untuk tidak membayangkan kemungkinan buruk itu terjadi.  “Berpikir negatif itu menyakitkan lho. Jadi buat apa kita menyiksa diri dengan hal-hal yg belum pasti?” ujar seorang pewujud mimpi. 

Saya pribadi sih pengennya juga semua harapan saya tercapai. Pun demikian dengan teman2 kan? But, what if…what if….. you don’t get what you really want? “Ya ikhlas lah, ikhlas… Kan semuanya yang nentuin Allah. Kalo nggak dikabulin ya introspeksi lah..introspeksi. Udah bener belum ibadahnya? Udah cukup belum amalnya?”  Ngg…ya ya sih bang ustadz. Saran anda bener semua, kagak ada yg salah. Tapi di tulisan ini saya lagi nggak mau mbahas pengajian, jadii dengan tidak mengurangi rasa hormat, anda sebaiknya menghindari wilayah ini ya, saya takut menyesatkan orang soalnya, haha…

Nah loh, gimana tuh kalo semua harapan saya tidak tercapai? Nih saya bukan bermaksud menyebarkan energi negatif lho ya, cuma mengajak untuk berimajinasi bersama. Kan kata Einstein imajinasi lebih penting dari pengetahuan. Jadi saya mau mengamalkan ajaran ustadz Einstein ah :D. Kalo harapan saya tidak terwujud….yg pasti akan saya usahakan untuk tidak bunuh diri. Saya akan menjauhkan semua benda tajam, kecuali pisau untuk memotong cake, brownies, dan roti tart (#cara sehat mengatasi depresi dengan makan). Humm, ya begitulah. Awalnya mungkin saya akan protes pada Tuhan,  mm..maksud saya bukan protes lah, tapi menunjukkan ketidakterimaan (yee, apa bedanya?). “Fyuuh, berat ya jadi manusia. Susah ya jadi manusia. Aah, hidup kok rasanya nggak adil banget siih??” Mungkin pernyataan2 semacam itu akan muncul. Tapi Tuhan yg baik hatinya biasanya tidak akan membiarkan saya terus “memakiNya.” Dia biasanya suka muncul di saat2 yg tidak terduga, meniupkan sesuatu ke hati saya dan bluummm….. hati saya yg merah kembali menjadi biru, fresh and cool…….

Besok adalah tahun baru. Besok adalah harapan baru. Tapi apakah resolusi harus diucapkan setahun sekali? Apakah resolusi hanya diucapkan malam ini kemudian besok, besok, dan besoknya lagi lupa?  Saya berharap tomorrow’s a different day. Bukan just a different year. Saya berharap orang2 tidak hanya membuat peringatan dan perayaan ketika tahun berganti. Saya ingin momen itu berjalan setiap hari. Bukan masalah pemborosan kembang api atau terompetnya. Saya ingin momen… ya, catch the moment itulah teman…..  Saya ingin setiap orang membuat peringatan dan perayaan setiap hari, ketika dia bangun tidur, ketika dia menyadari bahwa dia memiliki usia baru untuk mewujudkan harapan baru. Ketika mereka terbangun dan menyadari bahwa masih ada mimpi-mimpi dari malam-malam sebelumnya yg harus diwujudkan pada hari itu. Ketika mereka menyadari bahwa hari baru adalah sebuah karunia sekaligus tanggung jawab dariNya. Ketika mereka menyadari bahwa hidup hanya memilih orang2 yg tepat untuk menjalaninya.

Kita bebas berharap. Kita juga bebas memikirkan betapa indahnya ketika harapan itu terwujud. Kita juga bebas memikirkan betapa sakitnya ketika harapan itu tidak terwujud. Lalu ke mana kita harus berjalan? Saya memilih untuk berada di tengah2 saja.  Saya tidak ingin bayangan akan kesenangan itu terlalu menghipnotis saya, menjadikan saya lupa bagaimana caranya menangis. Tapi saya juga tidak ingin bayangan akan kesedihan terlalu mengekang saya, menjadikan saya lupa bagaimana caranya tertawa. Jadi, saya ingin berada di tengah2, di antara kedua sayap harapan saya. Di kanan saya adalah mimpi2 yg terwujud, di kiri saya adalah mimpi2 yg belum terwujud. Di setiap hari, saya ingin sayap2 itu bereinkarnasi. Di saat sayap kanan saya sudah melakukan tugasnya untuk mewujudkan mimpi, saya ingin melepaskannya, membiarkannya menjadi sayap bagi orang lain yg ingin mewujudkan mimpi. Lalu saya akan meletakkan sayap kiri saya di sebelah kanan, agar dia termotivasi dengan keberhasilan yg pernah dilakukan sayap sebelumnya. Dan di sebelah kiri saya yg kosong, saya ingin memasang lagi sayap baru, agar selalu ada mimpi2 yang harus diwujudkan.  

Hoho..unik juga ya imajinasi saya tentang sayap. Jadi intinya gitu teman. Harapan adalah sesuatu yg membuat kita hidup. Harapan itu bukan sekedar kata. Bagi saya, dia adalah salah satu “makhlukNya”. Dia punya nama, punya nyawa, dan punya kekuatan. Jika manusia hanya terdiri dari tubuh dan jiwa, maka harapan adalah penggeraknya. Tubuh dan jiwa tidak akan mengerti arti dari setiap perpindahan waktu jika harapan tidak menjadi rohnya. Jadi, pelihara dan rawat baik2 harapan di hati teman2 yaa! Biarkan dia tetap hidup, besar, dan berkembang, di setiap saat, setiap waktu. On the wings of hope, where all your impossibility can fly…. 


Senin, 24 Desember 2012

Say You’re Not a Loser, Girl!


Hmm…. Fyuuh….. Hedeew….. Rrrr……. Ohhmm……. Hffhtt……

(Ini ngemeng apaa lagi? Niat gak sih bikin tulisan?)

Entah harus gmn mulainya, uhuhuhu……..  Sebenernya hari kemaren saya berniat untuk depresi (depresi kok direncanakan?). Iya nih, saya pikir sekali2 depresi asyik juga. Tapi rencana tersebut saya batalkan, karena saya pikir depresi adalah cara penyelesaian masalah yg tidak elegan. Sementara itu saya kan pengennya menjadi wanita yg anggun, kalem, & elegan #apasih.

Sungguh dari hati saya yg terdalam sama sekali tidak ada niatan pengen eksis ato cari penggemar. Semata-mata tulisan2 saya itu adalah hasil dari kegalauan. Jadi ketika semakin banyak tulisan yg saya bikin, itu menandakan saya semakin galau :( . Daripada saya kumat dan mengalami depresi, bukankah lebih mending kalo temen2 melihat saya sok eksis saja? Itu lebih bagus kan daripada depresi? Masih dalam keadaan compos mentis (kesadaran penuh) dan tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. 

Mohon maklum ya teman2, saya ini sebenernya orang yg gampang down, cuma sering berpura2 tertawa aja (bener2 tidak kongruen, ini sih udah termasuk gangguan jiwa ringan). Okey deh, temen2 yg baik hati & mau merelakan matanya untuk membaca ocehan saya, saya mulai aja ya ceritanya. 

Kemaren itu adalah hari yg bersejarah bagi saya. Karena pada akhirnya saya berhasil juga pamitan dari puskesmas, yeeei…. Saya akhirnya bisa lho datang pagi untuk ikutan apel (kalo ada maunya aja rajin). Di saat itulah saya merasa berdiri di tengah tumpuan jungkat-jungkit (yg biasa buat mainan anak TK itu). Saya nggak tau, lebih berat beban yg di kanan atau kiri saya. Di kanan saya ada perasaan sedih, berat ternyata meninggalkan puskesmas yg telah memberi saya banyak kenangan. Puskesmas yg selalu ngasih saya jajan atau makan siang setiap kali ada acara. Puskesmas yg selalu ngajakin saya kalo ada acara buat pegawai, termasuk acara piknik. Puskesmas yg memperlakukan saya seperti keluarga sendiri meskipun saya orang “asing.” Apalagi pas saya pamitan pas apel kemaren, wiih saya perhatikan wajah para pegawai langsung berubah sedih, menunduk. Trus pas saya bilang gini,”Ya, siapa tahu di masa depan saya bisa menjadi psikolog puskesmas…..” Langsung mereka serempak berseru,”Amieen.” Uups, itu rasanya bener2 sesuatu deh bagi saya.

But, di kiri saya ada perasaan senang. Semacam kebebasan. Fyuuh… ada kelegaan dari “tekanan2 mental” yg selama ini saya derita. Ya, di satu sisi saya pernah menderita temans. Saya pernah menderita selama 2,5 bulan lebih. Hmm, entah apa penyebab pastinya. Sampe sekarang pun saya tidak tahu jika diminta membuat dinamika psikologis masalah yg saya alami. Yg jelas, ini terkait hubungan antara saya & supervisor saya. Saya sebenernya sudah lama merasa bahwa ini adalah hubungan antara supervisor dan praktikan yg tidak sehat, tp saya bingung bagaimana harus mengkomunikasikan hal ini. 

Beberapa teman mungkin sudah pernah mendengar saya ngomel2in hal ini ya. Ceritanya nih saya adalah praktikan yg banyak banget melakukan kecerobohan. Banyak banget temans…. Hum, kalo saya mau sih bisa2 aja saya berkata,”Ya, saya memang salah. Saya memang bodoh. Saya memang banyak dosa.” Tapi saya pikir ini lebih tidak menyelesaikan masalah, temans. Perasaan bersalah semacam ini justru akan membuat saya semakin terpuruk, semakin down, tidak henti2nya menyalahkan diri sendiri, dan membuat saya tak mampu lagi melangkah. 

Ok, memang sih saya salah. Tapi saya juga gak mau kalo dibilang dosa. Saya pernah mencoba mengukur, seberapa banyakkah kesalahan yg sudah saya perbuat. Apakah saya adalah praktikan yg paling parah dibandingkan teman2 mapronis saya lainnya yg sedang sama2 praktik? Ternyata kesalahan saya ya nggak beda2 amat. Nggak lebih banyak juga, tapi ya nggak lebih sedikit juga, rerata sih. So, apa yg membuat saya tertekan?

Supervisor saya adalah orang yg sangat operasional. Itu saja sudah merupakan ciri yg bertolak belakang dengan saya. Saya adalah orang yg memiliki kebutuhan tinggi untuk memaknai sesuatu. Bagi orang2 yg operasional, mungkin beranggapan kalo saya adalah orang yg lelet, kebanyakan mikir tapi gak ada hasil. Tapi ya begitulah saya. Jika saya harus mengikuti keinginannya untuk menjadi operasional, itu seperti tidak menjadi diri saya. Saya pasti bekerja kok, saya akan bekerja setelah saya tahu untuk tujuan apa saya bekerja. 

Rumit sih memang, saya tahu diri saya ini rumit & unik. Dan supervisor saya tidak mau tahu dengan proses yg saya alami. Di mata dia saya harus menjadi kuat. Saya harus segera bangkit dan berubah menjadi baik dalam hitungan detik. Di mata dia, mahasiswa yg belajar di universitas berkualitas seperti saya ini sudah bukan waktunya lagi berproses. Di mata dia saya harus dikenal baik oleh pegawai lainnya & masyarakat. Di mata dia saya harus……..

Ya, dia tidak tahu bahwa saya perlu merangkak untuk bangkit. Dia tidak tahu bahwa saya perlu menguatkan hati berjam-jam sekedar untuk berhadapan dengan dia. Dia tidak tahu bahwa saya adalah orang yg sangat ingin belajar melalui proses. Dia tidak tahu bahwa saya ingin diperlakukan sebagai manusia biasa, bukan sebagai “profesional” atau “mahasiswa pintar”. Dia tidak tahu bahwa saya………

Dan pada akhirnya dia berhasil menjalankan tugasnya sebagai supervisor dengan sangat baik, terlalu baik mungkin. Dia baik dalam membimbing saya untuk menjadi psikolog. Dia mengarahkan saya bahwa…”Ima, untuk menjadi psikolog itu kamu harus peka. Ima, untuk menjadi psikolog itu kamu harus bisa menempatkan diri sejajar dgn klien. Ima, untuk menjadi psikolog itu kamu harus tampil percaya diri. Ima, untuk menjadi psikolog itu kamu harus……………”

Oke, dia sukses membimbing saya menjadi psikolog, tapi tidak sebagai manusia biasa. Ternyata dia lupa, bahwa untuk membimbing seseorang secara “profesi” atau “jabatan”, dia seharusnya mengawali dgn membimbing orang itu sebagai “manusia biasa.” Ya, dia lupa, bahwa menjadi “manusia biasa” adalah kebutuhan hakiki setiap orang. Dia lupa, bahwa ada kalanya tidak memakai “topeng” justru menjadikannya semakin berwibawa.

Terus terang saya capek…. Saya capek dengan pertanyaan,”Sudah sampai mana laporannya? Apa yg sudah kau lakukan pada klien? Apa diagnosis yg tepat untuk klien itu.” Saya capek, tapi tidak mungkin saya kabur dan menghentikan langkah kan? Akhirnya saya benar2 merasakan posisi tidak memiliki “bargaining power.” 

Padahal, dalam diri saya pun ada kerinduan untuk dia ajak bicara sebagai “manusia biasa”. Sekedar bertanya,”Ima, apa kabarmu hari ini? Apa menu sarapanmu hari ini?” Ya, pertanyaan2 sepele itulah yg sebenarnya membuat saya merasa dihargai. Tapi pertanyaan semacam itu tidak pernah terucap sedikit pun dari dia. Atau kalopun pernah, mungkin sangat jarang, sehingga saya pun tidak terlalu merasakannya.

Huuuh… mungkin memang berbeda kebutuhan ya antara saya dan dia. Saya “hanya” ingin menikmati PKP sebagai proses. Kehadiran nilai akademis adalah hal yg penting bagi saya, namun bukan merupakan sesuatu yg mengancam. Sementara bagi dia, PKP itu ya adalah laporan. PKP itu ya adalah bagaimana saya bisa bekerja secara profesional. PKP itu ya adalah ketika dia berhasil mendidik saya menurut standar dia. Iya sih, tujuan yg dia harapkan itu baik, dan seharusnya memang begitu kan? Tapi lagi2 itu bukan kebutuhan saya. Makanya pas dia bilang kalo saya harus bla..bla..bla…., saya tahu sih itu bagus, tapi entah kenapa apa yg dia sampaikan itu tidak bisa meresap di hati.

Ini sopan nggak ya kalo saya mau bilang gini: “Hai supervisor yg baik. Cobalah kau bercermin. Melihat dirimu sendiri. Apa yg membuat perkataanmu tidak bisa aku terima? Adakah yg salah? Adakah sesuatu yg tidak membuatmu aman ketika melihatku? Adakah something called “unfinished bussines” yg terpantul dariku? Apakah yg membuat “frekuensi” kita tidak pernah sama?”

Pengen banget bisa bilang gitu di depan dia. Pengen banget bisa menjadi “partner”nya untuk berproses bersama. Pengen banget bisa menghilangkan benteng yg terlalu tebal antara supervisor & praktikan. Tapi.. saya tidak punya keberanian untuk melakukannya. Saya tidak punya kekuatan untuk mengatakannya. 

Oh ya, tau gak hal apa yg paling pengen membuat saya depresi kemaren? Yakni ketika saya diberi kesempatan secara tidak sengaja oleh Tuhan untuk melihat buku penilaian PKP saya. Saya pengen pingsan sebenarnya. Tapi terus saya tahan sambil berkata,”Hei Ima, jangan sampai kau pingsan hanya gara2 melihat buku ini. Kamu sudah lama belajar untuk menjadi kuat. Kamu sudah lama berlatih dan kau sudah berhasil selamat selama 2,5 bulan ini. Proses hidup yg kamu pelajari tidak sebanding Ima, dengan nilai yg tertera di situ. Itu adalah proses yg sangat mahal.” 

Hmm, yaa akhirnya saya pun bisa tersenyum dengan bangga. “Oke Ima, kamu memang harus berlapang dada dengan nilai ini ya! Tapi tetaplah ingat. Ini bukan pertandingan. Kamu tidak pantas berkata bahwa kamu kalah. Kamu tidak boleh iri juga dengan teman2 yg bernasib lebih baik darimu, mereka yg berada di puskesmas yg menyenangkan & memiliki nilai yg bagus. Ini juga bukan kemenangan bagi supervisormu. Ini adalah tentang proses. Kau tahu, proses itu adalah cara Tuhan mencintaimu. Jangan kau tolak perasaan cintaNya. Percayalah, setelah ini kau akan semakin kuat. Kau akan tahu bagaimana caranya untuk tetap berbuat tulus tanpa mengharap nilai, pujian, atau mempedulikan perkataan orang. Selamat yaa… kamu telah berhasil lolos. Tunggu pelajaran yg lebih indah dariNya yaa.”


Rabu, 19 Desember 2012

Like What Universe Says...


Hmm, pagi yang indah. Apa aktivitas teman2 hari ini? Saya sih memilih untuk agak bermalas-malasan ya hari ini, hehe… Alhamdulilah kemaren dapat tidur nyenyak tanpa beban, setelah 2 hari sbelumnya tidur kayak diteror: tidur, kebangun, bengong kayak orang bingung, lalu tiba2 teriak,”Aaaah… HPP……” (dlm hati doang sih teriaknya :p), lalu mencoba duduk di depan laptop, “Huks, apa2an ini?”, males, liat kasur, tidur lagi, kebangun lagi, bengong lagi, teriak lagi, tidur lagi…… Begitulah simtom2 F51.4 (night terrors) yg barusan saya alami. 

Okaay, sekarang saya sudah cerah ceria lagi, yeeei… Laporan belum selesai sih, tp sudah bisa bernafas lebih lapang & legaa…! Yuuk teman2, di pagi yg cerah secerah wajah saya ini kita berimajinasi bersama^^. Kita resapi dalam-dalam ya keberadaan kita di dunia ini. Yaps, kita sekarang adalah manusia. Manusia yg sangat bebas sebenarnya….yg bisa terbang ke sana ke mari seperti burung, atau seperti kupu2.

Kita bebas ngelakuin apapun. Mau belajar terus, melototin buku sampe botak juga boleh…..Mau dandan terus, melototin cermin sampe cerminnya pecah juga boleh….Mau nonton film terus, melototin layar laptop/bioskop sampe matanya pedes juga boleh…… Mau makan terus, sampe perut membengkak juga boleh….. Hoho. Jadi kalo dipikir-pikir, hidup itu emang pilihan ya temans. Di dunia ini banyak pilihan aktivitas, semuanya menarik sih, semuanya penuh dengan konsekuensi. Ibaratnya sih ketika kita hidup di dunia ini kayak kita pas jalan-jalan ke mall. Di sekeliling kita banyak tawaran barang2 yg menggoda. Ada barang dengan diskon besar2an tapi dengan kualitas yg biasa2 aja ato di bawah standar. Ada barang dengan harga “wah” dengan kualitas yg sebenarnya biasa2 juga, tp karena brand-nya udah memiliki nama maka “dianggap” luar biasa. Ada barang yg brand-nya bagus, kualitas biasa aja, tp harganya muraah sehingga orang2 yg mendapatkannya merasa beruntung (hoho padahal itu barang asli lho tiruannya). 

Nah, silakan memilih, mau beli barang yg mana. Kalo gak mau milih barang juga gak papa sih, bengong aja, duit aman. Tapi gak asyiknya, kita nggak bisa ngerasain tantangan. Hidup kita biasa aja, cuma ngeliatin orang beraktivitas ke sana ke mari, cuma jadi penonton sejati. Yaa, itu gak papa sih, gak papa… Dunia nggak akan hancur kok kalo kita diem aja, tapi dunianya yg bosan ngliatin kita. “Aah, ni orang nggak keren amat sih? Aku tuh udah diciptain dgn sangat bagus lho. Tuhan aja bikinnya pake mikir panjang, pake begadang tuh Dia (OMG, sejak kapan Tuhan pernah tidur? ;p #komentar pembaca). Setiap detailnya udah dirancang dengan sangat halus dan canggih. Eh..eh….. kamu sbg manusia malah nggak ada respek, bengong aja. Manusia kayak kamu tuh harusnya dilempar aja ke luar angkasa, wiiingggg.” Demikian curhat dunia pada saya, ohoho…. (kalo dunia yg curhat, tarif konsultasinya kira2 berapa ya?)

Yak, bener itu Dunny (panggilan cantik buat dunia), saya pun sependapat denganmu. Dunia itu warna-warni. Kalo manusia nggak pernah ikut ambil bagian ya hidupnya nggak berasa banget. Lahir, hidup, eh tiba2 udah waktunya mati aja. Menyedihkan kan?? Oh ya, selain Dunny, saya punya temen satu lagi, namanya Semmy. Sini Semmy, sini..sini….. Perkenalkan diri kamu pada pembaca. “Haaii…. Kenalin nama lengkap saya Semesta. Mbak Ima, yg bikin tulisan ini, suka banget manggil saya dengan sebutan Semmy. Ih aneh ya, mbak Ima ituu. Dia suka ngasih nama2 sendiri buat benda2 ciptaan Tuhan. Suka ngomong2 sendiri juga. Iiih aneh banget, beneran, sarap tu orang.” 

Wooooiiiii…. Apa2an ituu!!!! Hentikan, siapa yg bilang kalo saya sarap????? *bawa celurit, malah berantem sendiri sama tokoh2 ciptaan saya, wkwkwkkwkkk… cut, cut, adegan pertama ditutup dgn kekacauan.

Yak teman2, sudah cukup ya imajinasi gejenya. Sekarang kita lakukan imajinasi yg agak bermakna. Oke deh, saya ngaku. Saya emang suka nyebut semesta dgn panggilan sayang, Semmy. Ihihii… Di mata saya, Semmy itu lebih luas dari dunia. Kalo dunia sih saya mendefinisikan sebagai hal-hal yg bersifat fisik & bisa dirasain dengan indra ya. Kalo Semmy, saya sih mendefinisikan sebagai hal-hal yg meliputi dunia dan “di atasnya”. Jadi nggak cuma yg bisa dilihat secara fisik. Ada hal-hal mengaggumkan lainnya yang hanya bisa dilihat dengan kepekaan hati. Sebagai contoh, energi yg terpancar dari makhluk hidup, baik energi positif maupun negatif. Teman-teman juga mungkin bisa “melihat”nya. Kadang kerasa kan ya, kalo ada orang yg mau bermaksud nggak baik sama kita meskipun orang itu nggak ngomong. 

Trus contoh lainnya pada “pesan2” yg dibawa oleh makhluk. Nenek moyang kita jago banget membaca pesan2 kayak gini. Sebagai contoh, kalo ada segerombolan burung terbang ke arah tertentu, itu tandanya mau musim hujan. Kalo ada ayam berkokok malem2, itu tandanya “ada yg lewat”, yg tentunya bukan dari golongan manusia biasa (iih, pagi2 ngomongin syerem). Kalo kata orang Jawa sih, kalo ada ayam berkokok malem2 gitu malah artinya ada tetangga sekitar yg hamil (iih ayam2 pada genit ya? Tau aja gosip yg beredar di masyarakat :p). 

Saya sih juga nggak jago baca pesan2 yg ingin disampaikan alam. Saya cuma bisanya berimajinasi sendiri. Misalnya kalo lagi hujan deres gitu tuh, saya suka diem ngliatin air yang berjatuhan. “Hai hujan..makasih ya, hati saya yg bete tadi udah lebih sejuk sekarang. Makasih… Kamu tau banget kalo aku lagi butuh pelukan kesejukan.” Ato kalo pagi2 ngliatin mentari yg barusan terbit (karena kamar kos saya terletak di lantai 3), itu tuh cantiik banget. Keliatan kuning merona diantara langit nan putih, persis kayak telor ceplok. Saya jadi sering laper kalo pagi2 ngliatin itu, hehe…. Saya kan orangnya gampang cemas tuh gampang takut. Ketika saya mulai ngerasa hati saya nggak beres, saya coba tuh ketemu si telor ceplok. Biasanya sih sambil njemur baju, habis tu ngliatin dia,”Heei, cantik! Aku lagi galau nih. Bantuin aku dong, minta energi positifnya. Energi darimu kan hangat banget, bikin orang yg ngerasainnya nyaman. Aku juga pengen kayak gitu, bisa bikin orang2 yg di sekitarku nyaman. Huhu…meskipun aku merasa apa yg aku lakukan sering nggak mutu, sering bikin orang sebel. Tapi hari ini aku memperbaiki diri. Mau jadi kayak kamu yg menebar pesona kehangatan.” Hehehe… begitulah dialog pagiku dgn si telor ceplok. Habis ngomong kayak gitu hati terasa lebih hangat juga. Rasanya lebih siap menghadapi hari yg penuh ujian & cobaan.

Masih banyak sih pesan2 dari bang Semmy yg bisa temen2 baca. Setiap orang pastinya punya cara tersendiri untuk berdialog dgn Semmy. Mmmm, mungkin bagi yg tidak terbiasa hal ini masih tampak aneh yaa? Kalo saya kan orangnya introvert tuh. Saya agak susah untuk cerita langsung masalah saya pada sembarang orang. Kalo saya lagi berada di suatu kondisi yg tidak memungkinkan untuk curhat pada orang tertentu, akhirnya saya memilih curhat pada Semmy. Emang sih saya nggak mendapat feedback langsung. Semmy nggak ngasih solusi secara operasional seperti yg bisa disampein temen2 saya. Tapi bagi saya, ketenangan yg diberikan oleh Semmy itu justru merupakan solusi. Dari keheningan, saya pun jadi lebih tahu siapa sebenarnya saya, apa yg saya inginkan, apa yg akan saya lakukan jika keinginan saya tidak tercapai. 

Bagi saya Semmy itu temen yg baik, demikian pula dgn Dunny, demikian pula dgn teman2 nyata saya lainnya. Kalo kata Mbk Sherina pas masih kecil dulu sih, “Lihat segalanya lebih dekat, dan kau akan mengerti.” Setiap hal, baik yg menyenangkan maupun menyedihkan, sebenarnya “hanya” butuh untuk dilihat lebih dekat. Ketika senang, kita akan sangat mudah untuk tertawa. Ketika sedih, kita akan sangat mudah menangis. Tawa dan tangis itu hanya akan menjadi tamu yg sekedar lewat kalo kita tidak bisa “memaksanya” untuk tinggal sejenak dan membiarkan kita untuk memaknainya terlebih dahulu. Hari ini tertawa, besok menangis, dan……ya sudah, hanya sebatas itu, tidak ada yg berbekas. 

Saya cuma gak pengen nanti si Dunny protes lagi,”Ooh, jadi cuma kayak gitu yg bisa dilakuin manusia? Ketawa2, nangis, trus habis itu mati? Ya sudah, itu pilihan manusia sih kalo mau jadi bego. Kepala dan hatinya emang sengaja di-off-in kali ya? Nggak pernah ngrasain kalo Tuhan nyiptain tangis dan tawa tuh cuma sebagai “alat”, biar mereka tahu kalo Tuhan tuh emang bener2 ada. Kan nggak lucu kalo Tuhan nunjukin wujudNya secara langsung di depan manusia. Dia tuh pinter, sbg Zat yg pinter Dia pasti punya cara yg elegan donk buat dikenal manusia.”

Gituu deeh temen2 ^^. Saya sebenarnya nggak ada niat aneh2 dgn membuat tulisan ini. Saya cuma pengen ngasih hiburan kok. Tapi bukan sekedar hiburan, harapannya sih hiburan yg bisa menambah kekuatan jiwa. Yak, di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yg kuat. Jadi mari kita berolahraga :D. Kenapa penutupnya jadi geje lagi begini… Ehehe, terserahlah gimana anggapan pembaca. Berolahraga ya boleeh, berjalan-jalan, tengok kanan kiri, sambil mendengarkan apa kata semesta. Itu pekerjaan yg sangat menyenangkan. Selamat mencobaa!


Senin, 10 Desember 2012

Ketika Rasa Kemanusiaan Diuji


“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”

Ya, itu adalah bunyi sila ke 2 Pancasila. Sudah sering kita dengar ya, apalagi ketika masa-masa sekolah dulu. Minimal seminggu sekali lah, saat upacara bendera. 

Apa yang terlintas dalam benak Anda ketika membaca atau mendengar sila kedua tersebut? “Apa yaa? Nggak pernah mikirin tuh. Kemanusiaan itu ya pokoknya harus adil. Berarti nggak boleh ada perbedaan, kayak diskriminasi gitu deh. Setiap manusia sama, nggak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah.”  Mungkin itu salah satu jawaban yang ingin Anda sampaikan. 

Oke, saya setuju dengan Anda. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sebuah kalimat yang simpel, tapi sussaaah bangeet mewujudkannya. “Ah nggak. Apanya yang susah? Ngasih duit ke pengemis atau pengamen, itu kan namanya udah berjiwa kemanusiaan.” 

Kemanusiaan? Jadi maksud Anda dengan memberikan sesuatu pada orang lain itu sudah bernilai kemanusiaan? Ya, itu tidak salah, tapi disini saya ingin menggarisbawahi dengan  lebiiih tebbel ya! Bagi saya kemanusiaan itu adalah unconditional love atau cinta tanpa syarat

“Maksudnya apa nih? Cinta tanpa syarat? Berarti ketika orang itu jelek, bodoh, nggak punya duit, nggak punya jabatan, penyakitan,  kita harus tetap cinta sama dia? Aaah, kalo itu mah susah. Kemanusiaan sih kemanusiaan. Kemanusiaan kan identik dengan jiwa sosial. Kalo saya udah ngasih sumbangan ke orang ya sudah, nggak usah pake cinta-cinta-an segala.”

Hihihi… Ada yang mau protes nih. Ups, jadi definisi kemanusiaan dari saya terlalu berat ya? Idealisnya sih begitu. Dan saya juga pengennya definisi kemanusiaan itu nggak sekedar definisi, tapi juga harus benar-benar bisa diterapkan. Kalo mau ngomongin kemanusiaan itu luaas banget, temen-temen. Karena memang ketika kita benar-benar menyatu dengan sisi “kemanusiaan”, maka kita sudah masuk ke wilayah hati. Nah loh, kan kata pepatah: Dalamnya laut bisa diukur, tapi dalamnya hati siapa yang tahu. 

Tuh kaan… Saya ambil salah satu sampel aja ya temans. Teman-teman sudah pernah mendengar kata HIV kan? “Ooh, AIDS ya? Nggg…. Yang biasanya diderita pelacur, orang-orang yang pernah melakukan seks bebas, gay, atau lesbi itu ya?” 

Trus apa hubungannya dengan kemanusiaan? Hubungannya jelas lah. Disini saya nggak mau njelasin hal ini secara rumit sih, yang secara pasal-pasal hukum atau dalil-dalil agama. Disini saya cuma pengen memotret kata “ke-MANUSIA-an” dalam bingkai yang indah. 

M-A-N-U-S-I-A. Penderita AIDS adalah manusia kan? Kita juga manusia kan? Lalu apa susahnya menunjukkan unconditional love pada mereka? 

“Susah laah. Kan kita beda sama mereka. Kita ini orang baik-baik lho. Perintah agama, semuanya dijalanin. Perintah ortu, kagak ada yang bolong. Kita nggak pernah dipenjara, nggak pernah juga melanggar norma. Kalo mereka? Mmm… ya gitu deh. Apaan tuh? Terkena penyakit najis, menjijikkan. Salah sendiri, siapa suruh berbuat yang enggak-enggak?”

Hmm, gitu ya pendapat Anda? Kalaulah saya boleh mengajak Tuhan untuk ikutan ngobrol disini, kira-kira apa ya pendapat Dia? Apakah Dia sependapat dengan Anda? Atau Dia punya pendapat lain yang cetar membahana? Hoho…  Saya nggak pernah ketemuan secara langsung dengan Tuhan sih. Jadinya nggak tahu pendapatNya yang pasti kayak gimana. Padahal kalo saya berhasil ketemu dengan Dia nih, pasti selesai semua perkara ya. Saya dan Anda jadi nggak perlu bertanya-tanya, gimana sih cara pandang terhadap Orang dengan HIV AIDS (ODHA) yang benar? Apa mereka harus dipandang sebelah mata? Apa mereka harus dikasihani? Kalau Tuhan yang ngasih jawaban sih, kebenaran menjadi mutlak milik Dia ya. Trus kita tinggal ngikut aja apa kata Tuhan.

Saya yakin sih Tuhan pasti mengamati setiap hal yang ada di dunia ini. Dia juga pastinya ngasih komentar, meskipun kita seringkali nggak peka untuk mendengar komentarNya. Bagi teman-teman yang masih menganggap AIDS sebagai “kutukan” Tuhan atas perbuatan dosa dari manusia, cobalah untuk mencermati lagi kata “kutukan” tersebut. Hoooi, ini Tuhan lho, bukan ibunya Malin Kundang. Kalo ibunya Malin Kundang sih bisa dengan gampang ngutuk anaknya jadi batu. Itu juga masih katanya nenek moyang, belum terbukti faktanya. Nah, kalo Tuhan? Apakah mengutuk manusia merupakan sesuatu yang gampang?

Saya pikir Tuhan itu terlalu bijak sih kalo harus ngutuk sana ngutuk sini. “Hah, dasar kau manusia nakal. Sini Aku beri kutukan biar tahu rasa.” Mmm, saya pikir perkataan seperti ini hanya pantas diucapkan di sinetron-sinetron, tapi tidak pantas diucapkan Tuhan, hehe… 

Tuhan yang Maha Bijak, pasti juga Maha Menimbang ketika memutuskan sesuatu. Kita nggak bisa nilai dosa enggaknya seseorang cuma dari infeksi AIDS. Pekerjaan ngukur dosa itu susah kali. Kalo mau ngukur dosa dengan akurat, ada nggak timbangan yang bagus? Coba deh, dibandingin lebih banyak mana dosanya? Kita atau ODHA? 

“Kayaknya sih tetep banyakan dosanya ODHA”. Hayoo mana dosamu yg suka nggosipin orang lain, yang suka hambur-hamburin duit buat belanja, yang suka iri kalo liat orang lain lebih sukses? Mana itu semuanya? Coba kalo ditotal, lebih banyak manaa?

Tuh kan, diri sendiri aja belum tentu dosanya lebih dikit, eh udah berani-beraninya ngomong kalo ODHA penuh dengan perbuatan dosa. Jadi ya teman-teman, kan kita ini ceritanya lagi hidup di dunia nih, dan kita sama-sama nggak tahu dosanya siapa yang lebih banyak, maka dari itu alangkah baiknya jika kita tidak usah memperibet diri dengan judgement. Siapa yang capek kalo kita njelek-njelekin orang lain? Kita sendiri kan? Orang lain nggak bikin masalah sama kita eh malah kita yang bikin masalah dengan diri sendiri.

Yaa begitulah manusia. Terkadang hal yang sebenarnya simpel malah jadi rumit ketika sudah masuk kepala manusia. Padahal kalo masuk ke dalam hati jadinya tetep simpel lho, indah lagi. Dalam melihat ODHA, cukuplah kita melihat mereka sebagai MANUSIA. Ya, manusia. Makhluk Tuhan yang biasa aja sekaligus istimewa. Biasa aja, sebagaimana kita, punya kekurangan dan kelebihan. Kalo mereka pernah melakukan kesalahan, kita pun pastinya juga. Karena kalo nggak pernah salah ntar saingan lagi sama Tuhan. Istimewa, karena mereka diberi kesempatan untuk belajar secara “lebih” daripada kita. Setiap orang pasti pernah sakit kan? Flu, batuk, masuk angin, mungkin itu penyakit yang biasa Anda derita. Penyakit yang nggak perlu dikhawatirkan akan membuat nyawa kita melayang. Tapi mereka? Mereka menderita penyakit yang secara perlahan menggerogoti sistem kekebalan tubuh. Itu bukan hal yang mudah lho untuk dijalani. Berteman dengan tubuh yang semakin lemah, kurus, belum lagi harus berteman dengan cemoohan masyarakat. Bukankah itu keren, ketika mereka masih sanggup berdiri dan berkarya di tengah ujian yang begitu berat?

Hayoo ngaku, siapa yang suka bolos kerja, kuliah atau sekolah hanya dengan alasan sakit flu, padahal flunya nggak parah-parah amat? Kita seharusnya malu dengan ODHA. Mereka sakit, tapi harus dituntut untuk tetap hidup, untuk tetap dapat menjalani hari dengan syukur. Kita pun sama dengan mereka, kita juga dituntut untuk hidup dan menjalani hidup dengan berkarya dan bersyukur. Nah, kita memiliki tanggung jawab yang sama dari Tuhan kan? Jadi mengapa kita tidak saling bekerja sama saja? Kita manusia, mereka juga manusia. Sekaranglah saatnya kita mengingatkan diri lagi untuk berperan sebagai manusia, dengan mencintai mereka sebagai manusia juga. 

Cinta tanpa syarat itu mudah, jika kita mau memudahkan hati kita untuk merasakan dan menghadiahkannya pada orang lain. Kita tidak perlu sibuk memikirkan bantuan apa yang bisa kita berikan untuk ODHA, kegiatan sosial apa yang bisa kita rancang untuk mereka? Kita hanya perlu berperan dan memperlakukan mereka sebagai manusia kok, seperti saudara dan teman kita sendiri. Itu memang berat sih, bagi kita yang belum terbiasa untuk terlepas dari stigma. Tapi seberat apapun itu, itu “hanyalah” ujian. Ujian untuk lebih mendekatkan kita pada hati kita. Hati adalah tempat Tuhan bersemayam. Ketika hati masih dipenuhi rasa berat akibat benci, maka Tuhan belum sepenuhnya hadir di tempat itu. 

Yuk, kita bersama-sama melangkah, bergandengan tangan dengan ODHA. Bersama-sama melakukan kebaikan di dunia dan menghadirkan Tuhan dalam hati kita semua!