Kamis, 20 Maret 2014

Am I fool in love?



Sebagai manusia biasa aku pernah berimajinasi begini: Tampaknya akan sakit ya kalo mencintai seseorang terlalu dalam. Takutnya kayak di film-film itu lho. Ntar kalo ditinggalin orang itu jadi sakit banget. Baik ditinggalin karena dikhianati, karena “tugas negara” yang lbih penting, atau karena ditinggal meninggal dunia.
Mungkin itu juga yang membuatku sedikit fobia untuk bertemu jodoh, hehe… Belum ketemu udah mbayangin ntar sakitnya kayak gimana.
Kalo liat Pak Habibie nangis-nangis di kuburan Bu Ainun dulu juga ikutan sakit. Ya ampuun segitunya kah seseorang kalo udah mencintai belahan jiwanya?
Tapi sekarang-sekarang ini trus aku belajar, “Ya sakit sih. Tapi apakah rasa sakit itu ikutan membunuh Pak Habibie? Buktinya beliau masih baik-baik aja sampai sekarang. Mungkin beliau masih nangis tiap hari. Tapi aku yakin beliau nggak ada niatan bunuh diri kan?”

Oh yaya…. Akhirnya nyadar kalo hubungan cinta yang sehidup semati kayak Romeo-Juliet itu yang “bodoh”. Bukankah cinta itu “saling menghidupi” ya? Jadi meskipun raganya nggak ada, bisa tetap merasakan jiwa orang yang disayangi dalam hatinya. Oleh karena itu, sometimes merasa galau karena cinta itu nggak papa, yang penting trus segera “sadar” & bisa mentransformasikan energi galau mnjadi energi yang bisa “menghidupkan” banyak orang.
*yak, begitulah curhat melodrama hari ini

Rabu, 19 Maret 2014

As a Human....



Manusia menjadi kuat bukan hanya karena semakin berat “penderitaan” yang dilalui, tetapi yang lebih penting adalah kemampuannya untuk membaca “cerita di balik penderitannya”.
Tidak ada manusia yang diciptakan lebih bahagia atau lebih menderita dibandingkan manusia lainnya. Tuhan menciptakan manusia secara “sama”.
Seringkali manusia memandang kisah hidupnya sendiri dengan “takaran yang tidak pas.” Memandang orang lain yang hidupnya “tampak bahagia” lalu berkata, “Ah, hidup saya lebih menderita. Tentu, karena memang dia beruntung, cantik/tampan, pintar, kaya.” Atau memandang orang lain yang hidupnya “tampak menderita” lalu berkata, “Ah, hidup saya lebih bahagia. Kasihan sekali orang ini yaa… Ya Tuhan, jangan sampai hidup saya seperti dia.”
Padahal…. Sangat mungkin bagi Dia untuk merubah kisah hidup seseorang dengan seketika. Atau mencabut kisah hidup seseorang dengan seketika. Ya, karena semua kisah hidup itu milik Dia. Manusia hanya “perantara”, hanya sebagai bukti bahwa Tuhan bekerja dengan sempurna menjalankan ceritaNya.
Manusia bisa menjadi kuat, bisa menjadi dewasa & bijak, itu tergantung kemampuannya sendiri untuk “membaca”. Baik membaca kisahnya sendiri maupun orang lain. Ketika “membaca” sudah meresap dalam hatinya, maka yang ada hanyalah “perasaan melebur”, tidak ada rasa kepemilikan atas kebahagiaan atau penderitaan. 


Minggu, 09 Maret 2014

(Maybe) Love



Terkadang Tuhan “hanya” ingin menguji apakah cinta yang selama ini kita anggap “baik” terhadap seseorang atau keluarga yang kita sayangi itu benar-benar baik. Dalam pandangan saya, cinta yang “baik” itu seharusnya tidak terlalu mengikat, tidak terlalu posesif. Hangat namun tidak berlebihan. Ketika seseorang bisa memberikan cinta yg “sama” kepada orang lain secara luas, tidak hanya terbatas pada orang-orang yang dekat dengannya, maka kemungkinan cinta yang dia miliki sudah benar-benar “baik”.




Sabtu, 01 Maret 2014

Love Learned



"Saya tersiksa sejak sakit stroke ini. Rasanya hidup hanya membebani orang lain. Eh ketika ada mbak & mas, saya sadar bahwa saya bisa memberi bantuan pada orang lain. Sedikit data yang saya sampaikan ternyata bagi orang lain sangat penting.

Yah yang namanya hidup harus saling bantu kan? Kalo toh balasannya gak nyampe langsung ke kita, bisa jadi pada orang-orang di sekitar kita, ortu kita, anak kita, dll."

*trima kasih untuk seorang bapak yang mengajari saya ketulusan dalam berbuat