Seorang teman mengajarkanku untuk
tidak menolak mentah2 setan dalam diri kita. Hmm... aku percaya setiap hal itu
diciptakan Tuhan pasti ada maksudnya. Termasuk setan yg seringkali diangggap
musuh oleh manusia2 taat.
Tulisanku tempo hari adalah
tentang patah hati yg berlipat2. Lalu kali ini? Bagaimana cara balas dendam
agar bisa merebut suami orang? Atau Bagaimana cara mengucapkan mantra
agar kehidupan rumah tangga orang lain tidak bahagia?
Tuh kan... setan sekali pikiran
saya pemirsa, hahaa......
Sebenarnya, siapakah yg dimaksud
setan itu? Apakah setan itu sesungguhnya hanyalah kiasan manis untuk sisi diri
kita yg dianggap “dapat mencelakakan orang lain”? Jadi, kalo sisi itu hanya
berupa pikiran, namun akibatnya hanya bisa dirasakan sendiri tanpa berefek bagi
orang lain, apa itu bisa disebut dgn setan? Atau janin setan? Atau piye?
Haha.... malah bingung dewe.
Sebagai manusia kompleks, aku
seringkali bangun pagi dengan perasaan campur aduk. Awal2 si mas itu menikah,
bangun tidur aku biasanya langsung nge tweet. Karena...... sesak sekali rasanya
membayangkan : “Kejamnya dunia ini. Mas itu tiap malam bahagia bersanding dgn
istrinya. Bisa belai2 istrinya, bisa ngapa2in dan seterusnya yg diinginkan, karena
dia dan istrinya udah ‘berlabel’ halal. Sementara aku ini... siapalah aku ini? Hanya
remahan wanita perawan agak tua yg kesepian & haus cinta? Oh ya, aku
adalah wanita single sholihah yg berusaha untuk taat dgn tidak pacaran &
tidak macem2 dgn pria bukan muhrim hingga menuju pernikahan yg diridloiNya.
Wah.... pencitraan sekali saia
ya! Bagi khalayak alim, menjadi wanita sholihah adalah sesuatu yg diimpi2kan.
Dan seperti yg mereka sarankan : Jika ingin mendapat jodoh yg baik, maka
mendekatlah kepada Sang Pemilik Hati, jangan PDKT pd pria2 pencuri hati. Aku
pun mencoba mengikuti apa yg disarankan mereka. Lalu sejak patah hati itulah
tiba2 aku memperbanyak doa, merajuk pada Tuhan, beristighfar, bershalawat,
kalimat2 indah perekat jodoh pun sering aku lantunkan. Shalat2 sunnah pun mulai
hadir menyapa Dia, seolah2 ingin kutunjukkan : Tuhan, aku sedang berusaha untuk
mendekati jodohku melaluiMu. Mohon permudahlah Tuhan. Karena aku bukanlah
wanita yg pandai PDKT, makanya aku minta pada Njenengan. Tolong pilihkan pria
yg mampu menjadikan hamba lebih mencintai Njenengan, meskipun hamba tahu kalau
hamba ini wanita yg absurd.
Demikian, hari2 sbg wanita islami
pun tampak nyata dalam diriku. Awalnya aku nggak terlalu percaya kalo doa &
sholat bisa mengubah hatiku. Habis patah hati itu aku kayak orang bingung. Aku
benar2 merasa kehilangan matahari, seseorang yg aku tunggu2 kabarnya setiap
hari. Lalu...setelah dia menikah, aku kayak dipaksa untuk menjauh dari
seseorang yg berarti. Yasuda..tidak ada cara lain. Gimana2, aku tetap berada
pada posisi yg salah kan? Mereka sudah meniqa... legalitas hukum dan agamanya
lebih jelas. Sementara aku... siapalah... siapa jg yg mau peduli dgn legalitas
perasaanku terhadapnya? Aku toh udah lebih dulu suka sama masnya dibanding
istrinya sekarang. Tapi yaa.. tetap aja aku akan dianggap hantu, khan? Iya
khan??
Gimana kalo aku dengan sengaja curhat di
sosmed bilang : “Seandainya waktu bisa berputar kembali...Ingin rasanya aku
melempar bom untuk menghancurkan acara akad nikahmu dulu.. “
Ah tidak.. itu terlalu sinetron,
gimana kalo gini aja : “Aku tahu sekarang kamu sudah bahagia bersama istrimu
mas, tapi ijinkan aku untuk menyelipkan rasa rindu ini melalui angin malam. Biarlah..
doaku yg terbang bersama angin ini ikut memelukmu. Karena aku sadar, ragaku tak
ditakdirkan untuk berada di dekatmu.”
*yang ini mah sinetron juga kali
Im, ini malah FTV versi relijius -_-
Yah.. apapun lah... Intinya kalo
aku curhat di sosmed (padahal blog jg termasuk sosmed terselubung, ampun) terkenal,
aku pasti bakalan dibully netizen krn mereka langsung mengeroyokku dgn sebutan
: p-e-l-a-k-o-r (opo tho kui? Kalo gak
tahu artinya silakan tanya mbk googlewati).
Sekarang ini istilah pelakor sama
negatifnya dgn istilah koruptor atau teroris. Padahal... Oh No! Mereka tidak
tahu kalo merindukan suami orang itu bukanlah perbuatan keji yg hanya bisa
dilakukan oleh tante2 cantik penggoda. Wanita sholihah kayak aku ini pun
(kepedean tp ya gak papalah biar aku bahagya) pernah juga diuji oleh Tuhan
untuk merindukan seseorang yg bukan haknya. Aku sebenarnya sadar bahwa ini
ujian sejak awal jatuh cinta sama dia sekitar 6 tahun lalu. Namun, sbg wanita
usia dewasa yg ingin segera berumah tangga, aku pun mengabaikan celotehan2
sekitar yg memperingatkanku tentang “sifat aslinya”. Aku semakin tertarik untuk
memperbesar fantasi2ku tentang dia...Gambaran bahwa dia adalah pria ideal, pria
baik yg akan datang ke rumah untuk melamarku, selalu aku bangun tiap hari.
Saat itu aku memang gila (bahkan
hingga saat ini pun kegilaanku masih residual). Kita tidak pernah berinteraksi
di dunia nyata. Namun, sekali tatapan dan senyuman yg pernah dilemparkan padaku
itu (entah dia sengaja atau tidak) terus membekas dalam hati & pikiranku
hingga bertahun2.
Aku berpikir dia adalah pria yg
setia, yg tidak akan mempermainkan wanita, yg akan memperjuangkanku hingga
menuju jalan yg diridloiNya. Ternyata... eh aku kepedean. Aku hanya sedikit
debu diantara sebotol pasir yg ia simpan dan diberi tulisan : Wanita.
Hingga akhirnya kiamat kecil itu
datang..... Saat2 ketika dia resmi menjadi milik orang lain....
Sejak saat itu aku terus berusaha
menguatkan diri untuk tidak kepo tentang dia. “Ingat, Ima. Sekali kamu kepo,
maka kesempatanmu untuk bertemu jodoh semakin jauh.” Nasihat itu yg terus aku
tanamkan pada diri sendiri. Tentu itu hal yg tidak mudah bagiku. Seketika aku
langsung bisa merasakan gimana penderitaan sbg tokoh antagonis di sinetron. Aku
merasa memiliki sifat jahat & berharap ketidakbahagiaan dalam kehidupan
rumah tangga mereka. “Enak aja kamu ngrasain bahagia. Gak lihat apa yg udah
kamu lakuin ke wanita2 sebelum istrimu?”
Ya, mungkin aku memang jahat.
Tapi jahat membuatku merasa menjadi manusia. Aku tidak bisa membohongi Tuhan
& dunia bahwa aku sudah ikhlas. Ikhlas itu proses panjang, bisa jadi proses
seumur hidup. Dan..menjadi jahat adalah cara untuk menguatkan aku. Dengan
mengingat kejelekan2 yg pernah dia tunjukkan, aku pun bisa sedikit melupakan
dia dan tidak tergerak untuk kepo lagi. Terkadang rasa benci itu begitu kuat...
Terkadang sekedar angin lalu. Tergantung kondisi iman kayaknya ya?
Aku pun berusaha pula untuk tidak
menganggap hidup terlalu serius. Jika awal2 patah hati aku merasa ceramah2
ustadz tentang jodoh dapat menguatkan aku, selanjutnya aku pun berganti metode.
Aku mulai sering nonton vlog2 lucu yg menertawakan penderitaan hidup, khususnya
tentang cinta. Aku merasa punya teman, gak cuman aku di dunia ini yg merana
karena cinta. Alhasil kuotaku jadi gampang habis karena sering buka youtube -_-
Bertemu dengan pasien2 jiwa juga
menjadi penyemangat buat aku. Aku jadi bisa melihat penderitaan sbg bagian dari
kewajaran hidup. Gak semua orang hidupnya kayak mbaknya : pinter, lulus cepet,
nikah muda, hidup bahagia... Kalo sasaran pandangnya cuma kampus itu, hmm...
bisa2 aku gila. Apalah aku ini, dari dulu berniat dekat sama kehidupan kampus,
rasa2nya malah kayak ditendang keluar. Hahahaa.....
Lalu tentang kekuatan doa? Sejak
awal jatuh cinta hingga patah hati, aku selalu mengajak Tuhan ngobrol sbg teman
curhat. Mungkin krn aku introvert, makanya lebih bisa banyak cerita dgn diri
sendiri, dan ujung2nya selalu mencari Tuhan buat nemenin nangis.
Kalo aku curhat sama temen, ya
itu cukup membantu, tapi kadang juga menimbulkan salah paham. Aku cerita
menye2, marah2, malah dia bilang,”Sudahlah... syukuri aja hidup ini.” It made
me feel like ‘aarrrghhh’. Tapi kalo cerita sama Tuhan enak. Dia nggak pernah
menghakimi. Aku ngomel2, protes2, marah2 kesal, sampe sering mengajak setan
untuk berkomplot.... Eh Dia diem aja. Dia tetap tenang...
Sekian bulan aku sholat dan
berdoa dalam perasaan yg campur aduk, hingga kemudian aku tergerak untuk
memfokuskan ibadah secara khusus dalam rangka menjemput jodoh. Ada doa favorit
yg sering aku panjatkan. Doa itu aku peroleh dari kiriman temanku (yg juga lagi
galau jodoh). Aku baca siang, malam, hampir tiap hari. Aku mulai mencermati
saat2 mustajab untuk berdoa, sbg contoh : pada hari Jumat, setelah adzan,
setelah sholat...
Dan tentu saja template doanya
selalu melibatkan kalimat : “Ya Allah, pertemukan hamba dgn jodoh hamba
secepatnya.”
Hari demi hari berganti... Setiap
hari aku gelisah, kenapa jodohku nggak dateng2 ya? Aku kan udah rajin berdoa.
Terkadang, ada perasaan lelah, merasa lelah menjadi orang (yg mengaku) taat. “Oh
Tuhan, plis deh. Aku kan udah sholat sejak SD. Aku gak pernah pacaran dari kecil
sampe sekarang. Aku berusaha menjaga diri dari pria2 tebar pesona. Tapi mana
balasannya? Kenapa teman2ku yg udah pernah gonta-ganti pacar sekarang udah
banyak yg menikah?”
Buku karya Asma Nadia & Ajahn
Brahm yg aku beli setelah patah hati turut menyelamatkan aku. Aku kemudian
menyadari bahwa kekuatan doa tidak bisa dipaksa. Doa itu kekuatan majik yg
berjalan dgn caranya sendiri. Dan gak setiap hal yg kita minta akan dibalas saat
itu juga sesuai permintaan kita. Bisa jadi doa menjelma menjadi hal2 lain yg seringkali
kita remehkan bahkan kita maki. Sbg contoh, nikmat kesehatan dan umur
panjang.....Ya oke sih aku belum 100% move on. Tapi menghargai bahwa setelah
ditampar patah hati hebat aku tidak bunuh diri sampe sekarang, itu juga sebuah
prestasi besar lhoo.
Begitu juga dgn nikmat berupa
“penderitaan.” Seringkali aku memprotes keadaanku yg masih sendiri. “Enaknya
punya suami yg bisa nyayang & ngasih perhatian.... enaknya punya anak yg
bisa diajak bercanda....Sementara aku.....Duh, umurku sudah berapa, nanti punya
anak umur berapa? Duh.. Sedihnya Ya Allah...
Memasuki bulan Dzulhijah, aku
merasa ada sesuatu dari diriku yg harus diubah. Maka 10 hari pertama Dzulhijah
aku manfaatkan dgn baik. Yg dulu cuma puasa Arafah, kini puasa di awal
Dzulhijah lainnya pun aku lakuin. Aku punya keyakinan bahwa hari raya kurban
tahun ini aku gak cuma belajar nyembelih atau makan kurban. Aku juga harus
belajar mengikhlaskan. Ya, itu yg diajarkan Nabi Ibrahim & Ismail.
Sayangnya sejak tgl 6 Dzulhijah aku haid, jadi gak bisa melaksanakan ibadah2.
Malam Idul Adha aku banyak
merenung... Duh, sudah se-setan apakah aku selama ini? Aku masih sering
berharap keburukan terjadi pada orang lain, hanya karena keberuntungan tidak
berpihak padaku. Malam itu aku bertekad untuk memaafkan orang2 yg pernah
menyakitiku, termasuk masnya & mbaknya.... Aku berharap setelah ini aku
akan menjadi manusia yg lebih baik (shg segera didekati jodoh).
Keesokan harinya, pagi Idul Adha,
saat orang2 kebanyakan pergi sholat Ied, aku hanya mengurung diri di kamar. Aku
pun coba menguji nyali, kira2 aku ini udah beneran ikhlas belum ya? Yg aku
ingat akhir2 ini mbaknya cukup rajin nulis blog. Awalnya aku pikir mbaknya
bakal sering nulis gini : “Oh, betapa bahagianya aku. Aku berhasil menjadi
pemenang di antara berjuta wanita yg pernah menjadi korban si mas,
hahahaha....” Ternyata dugaanku tidak sepenuhnya benar. Beberapa tulisannya
memang ada kata2 bahagia yg bikin aku iri banget sih :(. Sbg contoh, dia pernah
cerita bahwa dia bahagia karena menikah dgn pria pilihannya, dia senang ada
teman untuk berbagi bersama setiap hari krn dulunya sih cuma bisa ketemu masnya
tiap sabtu/minggu. (yg bikin nyesek krn aku aja dulu tuh menahan hawa nafsu
banget ya buat ngobrol blablabla sm masnya. Padahal waktu itu pernah dilanda rindu
beraat...Sebenernya kalo nekat aku bisa aja langsung tulis surat : Mas, aku tuh
falling in love sama kamu, kamu mau gak nikah sama aku? Pokoknya harus mau ya!
*sodorin pistol).
Awalnya aku sangsi, duh aku
bakalan bisa gak ya baca tulisannya sampe selese, secara dulu aja aku kepo
dikit berita tentang dia dada ini rasanya langsung sesak gak karuan. Ternyata
aku cukup “menikmati” penderitaannya. Setan says: “Tuh, Im. Kamu tuh gak
seharusnya bersedih hati, ngerasa diri kamu paling menderita krn sendiri & kesepian.
Mbaknya aja yg menurut dunia hidupnya beruntung tuh ternyata gak sebahagia yg
kamu kira.” Eh bentar..bentar.. itu tadi setannya udah tobat apa gimana kok
ngomong gitu? Aku pikir si setan bakalan ngajak aku menertawakan penderitaan si
mbak, tp kok dia malah ngajak aku berempati?
Jadi si mbak cerita bahwa di
tulisannya yg terakhir (& super panjang) itu dia mengungkapkan
kebahagiaannya krn beberapa waktu lalu dia diberi keajaiban oleh Tuhan. Dia
hamil! Oh, wow....ulalaa... (dulu aku sempat ngebayangin skenario drama :
pokoknya kalo nanti kita sama2 udah punya anak dewasa, anakku nggak boleh jatuh
cinta sama anak dia). Baca tulisan dia “hamil” aja aku langsung terkesima. Oh
my God, akankah skenarioku sebentar lagi menjadi kisah nyata?
Aku baca kalimat demi kalimat,
paragraf demi paragraf. Dan..dan.... jantungku berdegup kencang dgn rasa yg
aneh. Entah itu seneng, sedih, atau apa..yg jelas aku merasa naluriku sbg
sesama wanita ikut tergerak. Dia berkisah...beberapa waktu setelah dia
diketahui hamil, selanjutnya ujian terjadi. Dia beberapa kali mengalami flek yg
menyebabkan dia harus bedrest. Hingga puncaknya... dia mengalami flek hebat yg
menyebabkan dia harus kehilangan janinnya!! Iya... bayangin, bahkan janinnya
ada 2. Ya Allah... kembar! Aku gak bisa bayangin gimana rasanya kalo aku jadi
dia, hiks..hiks...
Orang bilang kehilangan anak itu
rasanya lebih menyakitkan daripada kehilangan suami. Mungkin memang benar
adanya. Kata2 yg dia tulis memang sinetron banget, tapi.. ya aku tahu itu
menyedihkan....
Setelah membaca tulisannya aku
menjadi merasa bersalah. Aku pun merasa bingung gak menentu... Pengen banget
curhat sama orang untuk meluapkan semua emosi yg aku rasakan. Aku WA gangguin
orang2. Sayangnya gak ada satupun yg bisa ditelpon untuk jd temen curhat. Iya
sih, kan lagi hari Idul Adha, palingan lagi sibuk silaturahim atau potong2
daging. Akhirnya ya aku tulis note ini aja, mencoba waras.
Dan terbayang kembali bahwa
beberapa waktu lalu aku pernah sedemikian jahat. Dalam keadaan marah, sedih,
sakit, merasa terdzolimi aku ngomel2 sama Tuhan. Ataukah saat itu ada doaku yg
“dikabulkan” oleh Tuhan? Aku bahkan tidak berani menyebut kata2 kasar itu sbg
doa. Oh Ya Allah, sungguh sedikit pun aku gak ada niat untuk mencelakai orang
lain. Aku hanya terbawa emosi. Dan hamba tahu, Njenengan pasti bijak dalam
mengabulkan doa2 hambamu. Njenengan lebih tahu doa mana yg berkualitas untuk
dikabulkan atau tidak.
Aku berusaha menyadarkan diriku
bahwa semua yg terjadi adalah suratanNya. Aku terluka, mbaknya terluka, masnya
juga terluka.... Oh Ya Allah...baru kali ini aku merasa kisah cinta di serial
India itu adalah nyata. Bahagia ternyata bukanlah sebuah takdir. Gak ada di
dunia ini takdir Tuhan yg berbunyi : Ya, kamu aku takdirkan bahagia
terus...Kamu menderita terus... Kalo kamu jomblo terus...
Bahwa Tuhan Maha Adil terhadap
semua makhlukNya adalah benar. Bisa jadi sebenarnya semua hal di dunia ini
bersifat netral. Manusia2 lah yg memberi warna & rasa pada kenetralan itu.
Peristiwa masnya berjodoh dgn wanita lain adalah netral. Akunya aja yg merasa
menjadi wanita paling menderita di dunia krn hal itu. Peristiwa mbaknya
keguguran adalah netral. Aku sedih sedikit, dan mbak serta masnya mungkin sedih
banget.
Sampe detik ini aku tidak
menjamin bahwa aku sepenuhnya ikhlas dgn apa yg telah terjadi. Namun, bukan
berarti aku nggak punya keinginan untuk menjadi manusia yg lebih baik, yg
legowo dgn perjalanan hidup. Aku pun mencoba mengikrarkan diri “bahwa aku
memutuskan ikhlas” melalui sebuah status di FB. Ya, entah setan atau malaikat
apa yg menggerakkan aku untuk sedikit ember. Bisa2nya aku mengatakan pada
netizen bahwa 6 bulan ini aku telah patah hati karena dikecewakan manusia. Aku
berjuang seperti bayi yg berusaha ikhlas menata perasaan (jd kan gak cuma mbaknya
yg sibuk menata hati, dari seneng krn pengantin baru, hamil, kemudian
mengikhlaskan calon anaknya). Meskipun demikian, aku telah memutuskan untuk
ikhlas. Merasa sakit mungkin krn masih menganggap cinta harus memiliki. Sejak
bertahun2 lalu aku jatuh cinta sama masnya, bayanganku selalu melambung tinggi.
Ngelihatin fotonya yg lagi senyum aja aku bisa nangis. Bisa dibilang ini adalah
pertama kalinya aku jatuh cinta dgn begitu dalam. Sejak dulu aku pun selalu pede
dia adalah jodohku. Makanya begitu berhadapan dgn kenyataan, bisa dipastikan
duniaku hancur berkeping2, syalala yeyeye.... (alhamdulillahnya sekarang udah
bisa menertawakan nasib).
Mungkin aku yg terlalu berpikir
positif tentang masnya. Dulu aku terlalu khusnudzon : “Aku kan sudah tiap hari
mendoakan masnya biar bahagia, pastilah sekarang masnya lagi mikirin aku”. “Duh,
kok masnya nggak pernah ngajak aku ngobrol sih? Cuma senyum2 dari jauh? Mungkin
masnya sedang menjaga diri ya. Nanti kalo udah waktunya, masnya pasti bakal
ngajak aku ta’aruf.” Itu adalah keyakinan yg terus aku bangun tiap hari untuk
membuatku bahagia.
Dan nyatanya...... Aku akhirnya
menyadari bahwa : Di saat aku bersusah2 mengingat dia, eh dia lagi mbribik
banyak orang. Di saat aku meluangkan waktu mendoakan dia, dia lagi asyik
bercengkrama sambil makan (ini bisa disebut pacaran juga kan ya?) dgn wanita
(yg salah satunya menjadi istrinya).
Ah ya sudahlah.. Back to the main
topic. Ini kan ceritanya aku lagi mau ikhlas maafin orang nih. Jadi..
serangkaian “tabiat buruknya” di masa lalu seharusnya bisa aku maafkan. Aku
nggak bohong kalo sampe saat ini aku masih mikirin dia, tp ya life must go on
kan? Anggap aja ini bentuk ujian dalam menemukan jodoh yg sebenarnya. Kebayang
nggak sih, ujian sabarnya aja sebesar ini, inshaAllah nanti ketemu jodohnya ya
yg istimewa banget, melebihi mas itu berkali2 lipat, ahhaha....
Dan sesuai komitmenku di atas,
aku maafin dia apapun yg terjadi. Ya benar, dia udah pernah melukaiku begitu dalam.
Tapi aku hanya akan membenci sifatnya, bukan orangnya. Cukuplah, sifat2nya itu
jadi pelajaran ke depan agar aku mampu menemukan pria yg lebih baik, pria
pilihan Tuhan (kalo si mbak itu bilang dia menikah dgn pria pilihan hatinya,
cukuplah aku berniat menikah dgn pria pilihan Tuhan). Aku pun udah mulai bisa
berkata “baik” : mendoakan kebahagiaan si mas & si mbak (ya udah sih bikin
anak lagi aja sana, masih muda jg sih nggak usah terlalu sedih. Trus gimana
nasib gueh yg hampir kepala 3 ini belum punya suami & anak, hiks). Ini
prestasi lho... krn sejak aku baca undangannya 6 bulan lalu, aku susah banget
buat bilang “semoga si mas & si mbak bahagia.”
Aku sendiri juga bukan orang yg
baik. Kalo aku orang baik, ngapain capek2 nulis kegalauan segini panjang, buka
aib sendiri & orang lain? Ya terserah sih apa kata orang. Ini sih aku niat
utamanya rawat jalan biar sembuh aja...
Aku sedang belajar untuk menerima
kekurangan diriku & orang lain. Untuk belajar juga menerima setan2 dalam
diriku. Kalo gak ada setan, mungkin aku nggak akan mengakui kebodohan &
kegilaanku, amarahku, dendamku,& semua hal yg sebenarnya murni karakterku sendiri,
tapi aku terlalu mudah melabeli sbg “dosa & kesalahan”.
Memeluk setan dalam diriku
membuat aku merasa menjadi aku. Ya, aku perlu berterima kasih pada Tuhan karena
doa telah mampu mengubah setan & malaikat berteman baik, hingga kemudian
aku bisa merasakan sedikit surga dari hatiku yg tidak putih.