Hai teman2 pembaca setia sayaa,
gimana kabarnya setelah saya tinggal “meditasi” sebulan ini? Hehe….. Saya harap
semua baik2 aja yaa. Gimana rasanya setelah beberapa waktu ini tidak saya
recokin dengan pemikiran & curhat saya yg aneh2? Pasti damai kan yaa? :D
Oke deh teman2, ternyata tangan
saya ini sudah gatal untuk pengen ngrecokin temen2 lagi, ehehe…. Awalnya sih
saya sudah berniat untuk bikin tulisan yg agak “berat”, yakni tentang
“spirituality & revelation”, tapi saya pending dulu deh karena ada hal yg
tampaknya lebih mendesak untuk dibahas, yaitu tentang emosi, hiii…… Itu tema yg
lebih ringan atau lebih berat ya dari spiritualitas?
Yaa terserah teman2 bagaimana mau
menginterpretasi. Nah, saya akan mulai membahas emosi dari judul di atas: How
deep is your emotion? Itu aslinya adalah gabungan dari 2 judul lagu grup oldies
favorit saya, Beegees,hoho… Yaitu dari lagu How Deep Is Your Love + Emotion :D
Jadi.. apa maksudnya saya
membahas emosi ya? Begini teman2, saya “bermeditasi” sebulan ini bukannya tanpa
maksud apa2. Bukan bermaksud untuk menghindari kenyataan & permasalahan yg
harus saya hadapi. Ini semata adalah untuk “membersihkan hati”, temans….
Setelah saya renungi, resapi, dan pikirkan, ternyata eh ternyata, hati saya ini
masih sangat kotoorrr……… Huhu…..
Awalnya saya berpikir bahwa saya
sudah cukup “bersih”. Di dunia ini cukuplah saya melakukan sesuatu dengan satu
tujuan: membuat orang lain tersenyum & nggak marah2 sama saya. Dulu bagi
saya ketika saya berhasil membuat orang lain tersenyum, itu tandanya hati saya
sudah sebersih dan seputih salju. Tapi ternyataa…. Saya belum pantas disebut
sebagai Putri Salju. Saya lebih pantas disebut sebagai The Beast yg belum
menjelma menjadi Beauty (padahal kan emang Beauty & The Beast adalah 2
tokoh yg berbeda, piye tho? :p).
Gitu temans, selama bermeditasi
ini saya meluangkan lebih banyak waktu untuk ngobrol dengan diri sendiri
(padahal sebelumnya juga udah sering ngobrol dgn diri sendiri kayak orang
gila). Bedanya, ngobrol pada sesi sekarang ini diikuti juga dengan isolasi dari
berbagai hal yg tidak penting, misalnya facebook-an, twitter-an, baca &
dengerin informasi2 dari berbagai media, sampe mengurangi makan daging. Hehe…
Biar kesannya kayak meditasi
gitu, saya pun mencoba menjadi vegetarian meski belum total. Alhamdulilah sudah
lumayan berhasil selama 2 minggu ini. Yah, semoga ini bisa mengendalikan diri
saya agar tidak semakin “buas” :D
Oke deh, sudah cukup curhat saya.
Mari kita lanjutkan ke permasalahan pokoknya, yakni tentang emosi. Hmm, saya
sudah belajar tentang definisi & teori2 emosi tu sejak jaman saya masih
unyu, sejak jaman awal2 saya kuliah. Hoho.. Tapiii, saya kok merasa materi itu
benar2 dapet feelnya akhir2 ini. Ternyataa, emosi itu adalah hal yg pokok dalam
kehidupan manusia yaa….. Dan itulah yg membedakan manusia dengan makhluk
lainnya, karena dia punya emosi.
Sepintas sih ini seperti hal yg
simple. Apa sih pentingnya ngobrolin panjang lebar tentang emosi? Bukannya
hidup itu hanya tinggal dijalani, menyelesaikan target, meraih kebahagiaan,
sudah kan?
Dulu sih mungkin saya akan
berpikir demikian, sebelum akhirnya saya tahu bahwa hati benar2 bisa berbicara.
Lalu sejak kapan saya bisa ngobrol dengan hati? Sebenarnya ini lebih
dikarenakan saya nggak punya pilihan lain sih. Saya merasa “terpaksa” ngobrol
dengan hati, soalnya saya kan kemaren2 sudah meniatkan diri untuk tidak
berbicara dengan orang lain di dunia maya. Ya sudah, daripada saya di kos
merasa krik…krik…. akhirnya saya cari2 deh “benda” yg bisa diajak ngobrol. Dan
“benda” itu bernama hati.
Apa dong yg dikatakan hati pada
saya? Fyuuuh, mengharukan sekali. Bikin mata saya berkaca-kaca, berderai-derai, dan berbanjir-banjir (lebay
wooi…).
Nah dari situlah kemudian saya
tahu bahwa hati saya ini masih kotor. Setiap hati saya ingin menyampaikan
pendapat dengan tulus, selalu ada bagian dari diri saya yang berlainan suara
dengannya. Ada bagian dari diri saya yg sering berkata,”Kamu harus mengejar
ambisi, kamu harus mengejar mimpi yg membuatmu bahagia. Kamu nggak perlu
mempedulikan orang lain. Toh nggak semua orang peduli denganmu kan?.” Tapi di
sisi lain ada bagian yg dengan lembut berkata,”Hei Ima, apa yg kamu cari di
dunia ini? Hanya mimpi yg akan hilang dalam sekejap matakah? Serius, itu mimpi
kamu? Tampaknya itu hanya ikut-ikutan mimpi orang deh. Orang lain berkata bahwa
dia ingin bahagia, lalu kamu pun ingin seperti dia. Orang lain berkata bahwa
dia ingin sempurna, lalu kamu pun ingin seperti dia. Padahal persepsi “ingin
seperti orang lain” itulah yg membuatmu tidak bisa mengenali siapa diri kamu.”
Jreng jreng… Debat pun semakin
seru, pemirsa. Diri saya pun dengan semangatnya menjawab,”Oke, sudah saya
putuskan bahwa saya akan menjadi diri saya sendiri. Oke, saya akan sangat
memperjuangkan apa yg menjadi hak saya. Terserah orang lain akan berkata apa. Saya
harus bisa mempertahankan eksistensi saya bagaimanapun caranya.”
Tapi lagi-lagi hati juga tidak
mau kalah,”Dear,Ima. Menjadi diri kamu sepenuhnya tidaklah salah. Namun, satu
hal yg harus kamu pahami: Untuk menjadi diri sendiri itu bukan berarti kamu harus
memperkaya dirimu secara total. Kamu hanya akan menuntut orang lain untuk
mengerti dirimu, untuk memenuhi kebutuhanmu. Tapi kamu lupa untuk menerima.
Setiap orang punya ilmu. Mereka mengajarkan sesuatu dengan cara-cara yg tidak
harus kamu ketahui alasannya sekarang. Kamu lupa untuk menerima mereka dengan
ketulusan hati. Yup, tentu saja. Karena hatimu memang masih kotor. “
Aaaawww….. Plak..plak….plak….
jedueerr…jedueerr……. Tiba-tiba kilat menyambar disertai hujan deras,
selanjutnya muncullah seorang gadis berlari-lari di tengah hujan sambil
menangis. Tas dan koper berukuran besar itu tak mampu menyimpan semua
kesedihannya. Dia hanya bisa memandangi rumah dengan sejuta kenangan yang tak
bisa lagi dia masuki. Terbayang kembali kekejaman ibu tiri yang telah
menghancurkan mimpi-mimpi indahnya.
Eeh, kok tiba2 beralih jadi
adegan sinetron. Gimana sih? Fokus, hooii…..fokus…. (dikeplak pembaca)
Haduuh, apa yg dikatakan hati
tadi membuat saya berulang kali geleng-geleng kepala. “Bodoh Ima…. Bodooh….kamu
sangat bodooohhh….. (sambil jedot-jedotin hati ke tembok). Kamu pikir selama
ini kamu siapa? Supergirl? Superwoman? Wonder Girls? Atau Girls Generation?
(#eeh…). Kamu pikir kamu itu hero yg bisa mengubah dunia dalam hitungan detik?
Kamu pikir kamu sudah sedemikian kuat dan hebatnya hingga berpikir semua
tindakanmu membawa “mukjizat” bagi orang lain? Bangun Ima…Bangun… Jangan
kebanyakan tidur dan mimpi.”
Ah ya, oke Ima. Calm down, girl.
Kamu memang bodoh. Tapi kamu hebat, karena hanya orang-orang hebatlah yang bisa
mengakui kebodohan dirinya. Fyuuuh, lalu saya coba lagi membuka file note-note
yg pernah saya tulis. Note-note yg
pernah saya publikasikan. Note-note yg menurut beberapa orang memberikan
inspirasi bagi mereka. Note-note yg menurut beberapa orang membuka hati dan
pikirannya. Namun juga…. note yg menurut beberapa orang memberikan luka dan
kekecewaan bagi mereka.
Ya itu adalah note. Dan saya
adalah orang yg membuatnya, hmm… secara “fenomena” atau secara tampak sih memang
saya yg membuatnya. Saya menggunakan tubuh fisik ini untuk memikirkan kata-kata
lalu mengetiknya. Tapi secara “nomena”….entahlah. Saya tidak tahu ketika
membuat note itu saya sedang berperan sebagai siapa? Sebagai angel? Sebagai
devil? Atau sebagai undefined thing?
Saya juga tidak tahu kalau saja ada sebuah “zat” yg menjadikan tubuh saya
ini hanya sebagai “pinjaman” untuk menyampaikan pesan-pesannya. Di dunia ini
banyak hal yg bersifat misteri temans, dan tidak setiap hal yg bernilai misteri
itu menakutkan. Begitu juga tidak setiap hal yg bernilai fisik itu menenangkan.
Karena “nomena” memang diciptakan untuk memberikan makna atas “fenomena” dan
itu adalah 2 hal yg sebenarnya tidak terpisah. (Thanks Mr. Bandi for this
inspiration :))
Hingga kemudian saat saya merasa
down dan membaca note, rasanya seperti diingatkan kembali. Oh ya, ternyata
semua note saya dulu, yg bernilai kegalauan maupun kebijaksanaan, memang sangat
tepat untuk dibaca saat ini. Padahal dulu setelah bikin note saya masih sering
mikir,”Jadi yg bikin note tadi tuh siapa ya?.” Sekarang saya sudah tahu
jawabannya. Seorang teman baik saya mengatakan begini,”Yang membuat note-note
itu pikiran bawah sadarmu,Ima.” Gleek, oh yeah. Bahkan pikiran bawah sadar itu
seakan sudah tahu apa yg akan terjadi di masa depan, tanpa saya harus merasakan
ataupun memikirkannya terlebih dahulu. Hiiii…. Bikin merinding. Pantaslah jika
kemudian kutipan ini terngiang kembali: “We are the best psychologist for
ourselves” . Ternyata Tuhan memang selalu menyediakan “pendamping setia” untuk
diri kita sendiri, yakni hati kita. Ketika bingung, galau, sedih, kita sangat
mudah untuk menyalahkan orang lain dan lingkungan. Padahal… keberadaan
orang-orang itu adalah untuk “mencuci” hati kita lho. Ketika kita masih merasa
kesal dengan orang lain, itu adalah ujian.
Seorang supervisor saya dari Yakkum pernah bilang begini,”Ketika kamu
merasa duniamu tidak baik-baik saja, kamu tidak perlu memaksa dunia di
sekitarmu untuk mengikuti kemauanmu. Kamu hanya perlu mengubah dirimu, maka
dunia di sekitar akan mengikuti dirimu.” <Zupperr sekalee>
Hmm, begitulah. Pada masa-masa
meditasi ini saya belajar untuk lebih peka
dengan kondisi sekitar. Dikarenakan akses saya terhadap berbagai
informasi terbatas, maka saya pun harus memasang mata dan telinga baik-baik
saat berhadapan dengan orang lain. Soalnya kalo tidak demikian, saya akan
semakin terasing dari berbagai info dan saya akan menjadi kuperr, ooh tidaaks.
Dengan menyengajakan diri untuk tidak memiliki kelebihan informasi, saya pun
belajar untuk lebih bisa menghargai orang-orang di dunia nyata, belajar untuk
mengasah kepekaan emosi. Apapun yg disampaikan teman-teman saya adalah penting,
baik itu berupa curhatan panjangnya tentang pacar, laporan kuliah yg nggak
kelar-kelar, tesis yg bikin jantungan, sumpeknya nyari duit untuk mewujudkan
mimpi, menderitanya di-buly atasan, sampee suara serak-serak kering saat saya
& teman-teman karaokean pun jadi terdengar merduu, hag..hag..hag…
Terima kasih hidup, terima kasih
teman-teman, terima kasih orang-orang yang telah bersedia menjadi guru bagi
saya. Semoga setelah meditasi ini saya bener2 bisa terlahir kembali menjadi Ima
yg baru yaa. Tidak terpisah lagi antara Ima dunia maya dan nyata :D. Oh, ya
satu lagi, ehm, terima kasih hati saya. You’re the best thing in my life.