Rabu, 27 Februari 2013

How Deep Is Your Emotion


Hai teman2 pembaca setia sayaa, gimana kabarnya setelah saya tinggal “meditasi” sebulan ini? Hehe….. Saya harap semua baik2 aja yaa. Gimana rasanya setelah beberapa waktu ini tidak saya recokin dengan pemikiran & curhat saya yg aneh2? Pasti damai kan yaa? :D 

Oke deh teman2, ternyata tangan saya ini sudah gatal untuk pengen ngrecokin temen2 lagi, ehehe…. Awalnya sih saya sudah berniat untuk bikin tulisan yg agak “berat”, yakni tentang “spirituality & revelation”, tapi saya pending dulu deh karena ada hal yg tampaknya lebih mendesak untuk dibahas, yaitu tentang emosi, hiii…… Itu tema yg lebih ringan atau lebih berat ya dari spiritualitas?

Yaa terserah teman2 bagaimana mau menginterpretasi. Nah, saya akan mulai membahas emosi dari judul di atas: How deep is your emotion? Itu aslinya adalah gabungan dari 2 judul lagu grup oldies favorit saya, Beegees,hoho… Yaitu dari lagu How Deep Is Your Love + Emotion :D 

Jadi.. apa maksudnya saya membahas emosi ya? Begini teman2, saya “bermeditasi” sebulan ini bukannya tanpa maksud apa2. Bukan bermaksud untuk menghindari kenyataan & permasalahan yg harus saya hadapi. Ini semata adalah untuk “membersihkan hati”, temans…. Setelah saya renungi, resapi, dan pikirkan, ternyata eh ternyata, hati saya ini masih sangat kotoorrr……… Huhu….. 

Awalnya saya berpikir bahwa saya sudah cukup “bersih”. Di dunia ini cukuplah saya melakukan sesuatu dengan satu tujuan: membuat orang lain tersenyum & nggak marah2 sama saya. Dulu bagi saya ketika saya berhasil membuat orang lain tersenyum, itu tandanya hati saya sudah sebersih dan seputih salju. Tapi ternyataa…. Saya belum pantas disebut sebagai Putri Salju. Saya lebih pantas disebut sebagai The Beast yg belum menjelma menjadi Beauty (padahal kan emang Beauty & The Beast adalah 2 tokoh yg berbeda, piye tho? :p). 

Gitu temans, selama bermeditasi ini saya meluangkan lebih banyak waktu untuk ngobrol dengan diri sendiri (padahal sebelumnya juga udah sering ngobrol dgn diri sendiri kayak orang gila). Bedanya, ngobrol pada sesi sekarang ini diikuti juga dengan isolasi dari berbagai hal yg tidak penting, misalnya facebook-an, twitter-an, baca & dengerin informasi2 dari berbagai media, sampe mengurangi makan daging. Hehe… 

Biar kesannya kayak meditasi gitu, saya pun mencoba menjadi vegetarian meski belum total. Alhamdulilah sudah lumayan berhasil selama 2 minggu ini. Yah, semoga ini bisa mengendalikan diri saya agar tidak semakin “buas” :D 

Oke deh, sudah cukup curhat saya. Mari kita lanjutkan ke permasalahan pokoknya, yakni tentang emosi. Hmm, saya sudah belajar tentang definisi & teori2 emosi tu sejak jaman saya masih unyu, sejak jaman awal2 saya kuliah. Hoho.. Tapiii, saya kok merasa materi itu benar2 dapet feelnya akhir2 ini. Ternyataa, emosi itu adalah hal yg pokok dalam kehidupan manusia yaa….. Dan itulah yg membedakan manusia dengan makhluk lainnya, karena dia punya emosi. 

Sepintas sih ini seperti hal yg simple. Apa sih pentingnya ngobrolin panjang lebar tentang emosi? Bukannya hidup itu hanya tinggal dijalani, menyelesaikan target, meraih kebahagiaan, sudah kan? 

Dulu sih mungkin saya akan berpikir demikian, sebelum akhirnya saya tahu bahwa hati benar2 bisa berbicara. Lalu sejak kapan saya bisa ngobrol dengan hati? Sebenarnya ini lebih dikarenakan saya nggak punya pilihan lain sih. Saya merasa “terpaksa” ngobrol dengan hati, soalnya saya kan kemaren2 sudah meniatkan diri untuk tidak berbicara dengan orang lain di dunia maya. Ya sudah, daripada saya di kos merasa krik…krik…. akhirnya saya cari2 deh “benda” yg bisa diajak ngobrol. Dan “benda” itu bernama hati.

Apa dong yg dikatakan hati pada saya? Fyuuuh, mengharukan sekali. Bikin mata saya berkaca-kaca,  berderai-derai, dan berbanjir-banjir (lebay wooi…).

Nah dari situlah kemudian saya tahu bahwa hati saya ini masih kotor. Setiap hati saya ingin menyampaikan pendapat dengan tulus, selalu ada bagian dari diri saya yang berlainan suara dengannya. Ada bagian dari diri saya yg sering berkata,”Kamu harus mengejar ambisi, kamu harus mengejar mimpi yg membuatmu bahagia. Kamu nggak perlu mempedulikan orang lain. Toh nggak semua orang peduli denganmu kan?.” Tapi di sisi lain ada bagian yg dengan lembut berkata,”Hei Ima, apa yg kamu cari di dunia ini? Hanya mimpi yg akan hilang dalam sekejap matakah? Serius, itu mimpi kamu? Tampaknya itu hanya ikut-ikutan mimpi orang deh. Orang lain berkata bahwa dia ingin bahagia, lalu kamu pun ingin seperti dia. Orang lain berkata bahwa dia ingin sempurna, lalu kamu pun ingin seperti dia. Padahal persepsi “ingin seperti orang lain” itulah yg membuatmu tidak bisa mengenali siapa diri kamu.”

Jreng jreng… Debat pun semakin seru, pemirsa. Diri saya pun dengan semangatnya menjawab,”Oke, sudah saya putuskan bahwa saya akan menjadi diri saya sendiri. Oke, saya akan sangat memperjuangkan apa yg menjadi hak saya. Terserah orang lain akan berkata apa. Saya harus bisa mempertahankan eksistensi saya bagaimanapun caranya.”

Tapi lagi-lagi hati juga tidak mau kalah,”Dear,Ima. Menjadi diri kamu sepenuhnya tidaklah salah. Namun, satu hal yg harus kamu pahami: Untuk menjadi diri sendiri itu bukan berarti kamu harus memperkaya dirimu secara total. Kamu hanya akan menuntut orang lain untuk mengerti dirimu, untuk memenuhi kebutuhanmu. Tapi kamu lupa untuk menerima. Setiap orang punya ilmu. Mereka mengajarkan sesuatu dengan cara-cara yg tidak harus kamu ketahui alasannya sekarang. Kamu lupa untuk menerima mereka dengan ketulusan hati. Yup, tentu saja. Karena hatimu memang masih kotor. “

Aaaawww….. Plak..plak….plak…. jedueerr…jedueerr……. Tiba-tiba kilat menyambar disertai hujan deras, selanjutnya muncullah seorang gadis berlari-lari di tengah hujan sambil menangis. Tas dan koper berukuran besar itu tak mampu menyimpan semua kesedihannya. Dia hanya bisa memandangi rumah dengan sejuta kenangan yang tak bisa lagi dia masuki. Terbayang kembali kekejaman ibu tiri yang telah menghancurkan mimpi-mimpi indahnya.

Eeh, kok tiba2 beralih jadi adegan sinetron. Gimana sih? Fokus, hooii…..fokus…. (dikeplak pembaca)

Haduuh, apa yg dikatakan hati tadi membuat saya berulang kali geleng-geleng kepala. “Bodoh Ima…. Bodooh….kamu sangat bodooohhh….. (sambil jedot-jedotin hati ke tembok). Kamu pikir selama ini kamu siapa? Supergirl? Superwoman? Wonder Girls? Atau Girls Generation? (#eeh…). Kamu pikir kamu itu hero yg bisa mengubah dunia dalam hitungan detik? Kamu pikir kamu sudah sedemikian kuat dan hebatnya hingga berpikir semua tindakanmu membawa “mukjizat” bagi orang lain? Bangun Ima…Bangun… Jangan kebanyakan tidur dan mimpi.” 

Ah ya, oke Ima. Calm down, girl. Kamu memang bodoh. Tapi kamu hebat, karena hanya orang-orang hebatlah yang bisa mengakui kebodohan dirinya. Fyuuuh, lalu saya coba lagi membuka file note-note yg pernah saya tulis.  Note-note yg pernah saya publikasikan. Note-note yg menurut beberapa orang memberikan inspirasi bagi mereka. Note-note yg menurut beberapa orang membuka hati dan pikirannya. Namun juga…. note yg menurut beberapa orang memberikan luka dan kekecewaan bagi mereka.

Ya itu adalah note. Dan saya adalah orang yg membuatnya, hmm… secara “fenomena” atau secara tampak sih memang saya yg membuatnya. Saya menggunakan tubuh fisik ini untuk memikirkan kata-kata lalu mengetiknya. Tapi secara “nomena”….entahlah. Saya tidak tahu ketika membuat note itu saya sedang berperan sebagai siapa? Sebagai angel? Sebagai devil? Atau sebagai undefined thing?  Saya juga tidak tahu kalau saja ada sebuah “zat” yg menjadikan tubuh saya ini hanya sebagai “pinjaman” untuk menyampaikan pesan-pesannya. Di dunia ini banyak hal yg bersifat misteri temans, dan tidak setiap hal yg bernilai misteri itu menakutkan. Begitu juga tidak setiap hal yg bernilai fisik itu menenangkan. Karena “nomena” memang diciptakan untuk memberikan makna atas “fenomena” dan itu adalah 2 hal yg sebenarnya tidak terpisah. (Thanks Mr. Bandi for this inspiration :))

Hingga kemudian saat saya merasa down dan membaca note, rasanya seperti diingatkan kembali. Oh ya, ternyata semua note saya dulu, yg bernilai kegalauan maupun kebijaksanaan, memang sangat tepat untuk dibaca saat ini. Padahal dulu setelah bikin note saya masih sering mikir,”Jadi yg bikin note tadi tuh siapa ya?.” Sekarang saya sudah tahu jawabannya. Seorang teman baik saya mengatakan begini,”Yang membuat note-note itu pikiran bawah sadarmu,Ima.” Gleek, oh yeah. Bahkan pikiran bawah sadar itu seakan sudah tahu apa yg akan terjadi di masa depan, tanpa saya harus merasakan ataupun memikirkannya terlebih dahulu. Hiiii…. Bikin merinding. Pantaslah jika kemudian kutipan ini terngiang kembali: “We are the best psychologist for ourselves” . Ternyata Tuhan memang selalu menyediakan “pendamping setia” untuk diri kita sendiri, yakni hati kita. Ketika bingung, galau, sedih, kita sangat mudah untuk menyalahkan orang lain dan lingkungan. Padahal… keberadaan orang-orang itu adalah untuk “mencuci” hati kita lho. Ketika kita masih merasa kesal dengan orang lain, itu adalah ujian.  Seorang supervisor saya dari Yakkum pernah bilang begini,”Ketika kamu merasa duniamu tidak baik-baik saja, kamu tidak perlu memaksa dunia di sekitarmu untuk mengikuti kemauanmu. Kamu hanya perlu mengubah dirimu, maka dunia di sekitar akan mengikuti dirimu.” <Zupperr sekalee>

Hmm, begitulah. Pada masa-masa meditasi ini saya belajar untuk lebih peka  dengan kondisi sekitar. Dikarenakan akses saya terhadap berbagai informasi terbatas, maka saya pun harus memasang mata dan telinga baik-baik saat berhadapan dengan orang lain. Soalnya kalo tidak demikian, saya akan semakin terasing dari berbagai info dan saya akan menjadi kuperr, ooh tidaaks. Dengan menyengajakan diri untuk tidak memiliki kelebihan informasi, saya pun belajar untuk lebih bisa menghargai orang-orang di dunia nyata, belajar untuk mengasah kepekaan emosi. Apapun yg disampaikan teman-teman saya adalah penting, baik itu berupa curhatan panjangnya tentang pacar, laporan kuliah yg nggak kelar-kelar, tesis yg bikin jantungan, sumpeknya nyari duit untuk mewujudkan mimpi, menderitanya di-buly atasan, sampee suara serak-serak kering saat saya & teman-teman karaokean pun jadi terdengar merduu, hag..hag..hag…

Terima kasih hidup, terima kasih teman-teman, terima kasih orang-orang yang telah bersedia menjadi guru bagi saya. Semoga setelah meditasi ini saya bener2 bisa terlahir kembali menjadi Ima yg baru yaa. Tidak terpisah lagi antara Ima dunia maya dan nyata :D. Oh, ya satu lagi, ehm, terima kasih hati saya. You’re the best thing in my life. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar