Dear Muhammad. Kau pasti sangat
tahu ini tanggal berapa. 12 Rabiul Awal. Ya, ini adalah hari kelahiranmu,
sayang.
Oh ya, apakah kau tahu aku ini
siapa? Perkenalkan, aku Ima. Manusia yg hidup berabad-abad masa setelah kau wafat.
Ya, aku hanyalah seseorang yg tidak pantas dikenal. Tidak seperti engkau yg
begitu agung. Tidak seperti engkau yg begitu terpuji. Tidak seperti engkau yg
begitu istimewa. Tidak seperti engkau, wahai Kekasih Tuhan.
Kita terpisah begitu jauh, dalam
ruang dan waktu yg terbatas. Jauuuh sekali. Aku tidak tahu sekarang kau ada di
mana. Apakah kau sedang bahagia dengan senyum abadimu? Apakah kau begitu damai
dalam dekapan Tuhan?
Jika itu yg engkau rasakan,
fyuuh, sungguh, itu sesuatu yg membuatku iri. Kau tahu apa yg terjadi di dunia
ini sekarang? Tampaknya aku tidak perlu lagi menanyakan ini padamu. Aku yakin,
kau pasti melihat dengan sepenuh hati, bahwa manusia-manusia itu masih menyebut
namamu. Ya, setidaknya itu yg aku amati dalam gerakan ibadah mereka, dalam
sholat mereka. Apakah kau mendengar, manusia-manusia itu menyebutmu dalam syahadat?
“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”
Ucapan yg begitu cantik kan? Kau
tahu, Tuhan yg menghendaki demikian. Dia ingin engkau ada dalam setiap ibadah
mereka, dalam setiap doa mereka. Agar manusia-manusia itu merasakan kedamaian.
Agar manusia-manusia itu tidak hanya menganggap ibadah sebagai ritual untuk
menyembah Tuhan. Oh, ya satu lagi. Dia tidak ingin manusia menganggap Tuhan sebagai
Dzat yg tidak terjamah.
Ah, kau pasti sudah pernah
merasakan sendiri kan bagaimana rasanya dipeluk Tuhan? Jika ucapan syahadat
tidak pernah ada, pasti hingga saat ini manusia akan terus mengira bahwa
kedudukan Tuhan terlalu tinggi. Tuhan hanya ada di atas langit dan manusia ada
di bumi. Tapii…. Kau yang menghilangkan semua batas itu. Kau mampu meyakinkan
dunia bahwa Tuhan mampu berinteraksi dengan manusia. Kau mampu meyakinkan dunia
bahwa kasih Tuhan tak terbatas. Kau mampu meyakinkan dunia bahwa Tuhan tidak
mengenal perbedaan dalam setiap jiwa.
Aku memang tidak pernah bertemu
denganmu secara langsung. Aku hanya tahu tentangmu dari mereka, yg
mengajarkanku tentang Islam. Aku hanya tahu kau dari buku-buku yang aku baca.
Dan aku hanya tahu kau dari kitab suci yg (harus) aku baca sebagai penganut
Islam.
Aku tidak tahu, kenapa dulu aku
memilih Islam sebagai agamaku. Aku hanya mengikuti apa yg dilakukan oleh
lingkungan di sekitarku. Dan aku tidak perlu bertanya lagi apa alasannya,
karena aku memang tidak butuh untuk mencari alasan. Aku hanya merasa…..saat itu
Tuhan yg mendekapku dalam jiwa masa kecilku. Dia yg mendekapku untuk belajar
Islam. Ya, aku beruntung karena Tuhan menuntunku dalam Islam, dan aku bangga
atas itu.
Dan lalu aku pun menyadari, bahwa Tuhan memiliki cara yg berbeda-beda
untuk memeluk manusia. Aku melihat teman-temanku “dipeluk” Tuhan dengan cara
yang lain, yang juga demikian indah. Teman-temanku dipeluk Tuhan untuk menyebut
namaNya dengan cara berbeda. Tidak ada yg salah dengan itu. Mungkin
teman-temanku tidak memiliki kesempatan untuk menyebut namamu dalam ibadah
mereka, sebagaimana aku. Tapi aku tahu, mereka juga memiliki orang-orang suci,
sebagaimana engkau. Hei, apakah kau sudah pernah bertemu dengan orang-orang
suci lainnya yg mereka agungkan? Bagaimana kesan-kesanmu terhadap mereka? Hmm,
aku dapat merasakan kedamaian itu, Muhammad. Aku yakin, kau pasti juga berteman
baik dengan mereka yg tidak sepaham denganmu kan? Kau yg selalu mengajarkan
kepada umatmu untuk menghargai yang lain, dalam keyakinan apapun, dalam
pendapat apapun, dalam prinsip hidup apapun.
Kau telah berusaha sangat keras,
Muhammad. Kau berjuang seumur hidupmu demi kesatuan umatmu. Demi cinta kasih
yang tidak terbatas. Hmm, kalau aku hidup di zamanmu, aku tidak yakin apakah
aku mampu bertahan. Aku tidak yakin apakah aku berani untuk melangkah di
sampingmu. Aku tidak yakin apakah aku sanggup menerima semua hujatan yang
ditujukan padamu. Aku tidak yakin apakah aku sanggup menerima semua luka yang
dilemparkan oleh orang-orang yg membencimu. Ya, mungkin saat itu aku akan
memilih untuk bunuh diri saja.
Muhammad, aku tahu apa yg kau
perjuangkan begituuu beraat. Aku tahu pasti sudah tak terhitung air mata,
keringat, dan sakit yg kau rasakan. Kau sebenarnya berhak untuk marah, kau
berhak untuk menyerang balik siapa pun yg menyerangmu. Tapi ternyata tidaak…
Ternyata tidak….. Sebuah keputusan yg mencengangkan. Kau memilih untuk pergi,
meninggalkan semua benci, dan menyendiri. Untuk mengenal Tuhan secara penuh,
untuk berdialog dengannya tanpa jarak. Ya, di Gua Hira, tempat dimana cintamu
terhadap Tuhan bersemi dengan begitu indah.
Mungkin saat itu orang-orang
menganggapmu gila. Mereka menganggapmu tidak waras karena kau menyampaikan
keberadaan Tuhan. Tapi kau tetap percaya diri dalam diammu. Kau begitu yakin
bahwa Tuhan adalah kekuatan terbesarmu. Dan kau rela, menjauhkan diri dari
semua kebahagiaan dunia.
Kau telah sangat sabar menanti.
Mungkin saat itu hatimu sendiri bertanya,”Muhammad, apa yg kau cari dari
perenungan ini? Apa yg akan kau peroleh dengan keteguhan untuk bersama Tuhan?”
Mungkin saat itu ada bisikan untuk goyah, untuk berhenti dari keterasingan dan
bersikap “normal” saja sebagaimana manusia lainnya.
Tapi ternyata tidak..Ternyata
tidak…. Kau memilih untuk terus bersama Tuhan, kau terus memilih untuk
tenggelam dalam lautan cintaNya. Dan penantianmu berbuah manis, sayang. Kau
masih ingat kan, saat utusan Tuhan benar-benar datang di hadapanmu dan
menyampaikan surat cintaNya untukmu? Yuk, mari kita baca bersama,”Iqra bismirabbikalladzi
khalaq”…….. “Bacalah dengan (menyebut) nama TuhanMu yang menciptakan.”
Muhammad, aku turut merasakan,
betapa surat dariNya begitu agung. Aku yg tidak hadir menyaksikan langsung
kejadian itu saja bergetar. Apalagi engkau, dear…… Apalagi engkau…… Seharusnya kau bangga mendengar surat itu.
Seharusnya kau berhak sombong karena penantianmu akhirnya benar-benar terbukti.
Seharusnya kau berkata,”Tuh kan. Dasar orang-orang, dibilangin nggak percaya.
Tuhan itu bener-bener ada. Nih lho, aku mendengar langsung Dia berbicara.
Kalian harus tahu siapa aku, satu-satunya orang yang pernah diajak Tuhan
berbicara.”
Tapi ternyata tidak….Ternyata
tidak….Kau malah dengan kerendahhatian yg begitu besar berkata,“Aku bukanlah
orang yang pandai membaca!.“ Kau bahkan sempat menghindar, tidak percaya bahwa
kau adalah orang yang dipilih Tuhan untuk menjalankan misi agung. Kau bahkan
sempat mengelak, merasa bodoh, dan merasa tidak percaya diri untuk menjadi
wakil Tuhan di dunia.
Padahal di mataku kau sangat
pantas, dear. Sangat pantas untuk mendapat semua keagunganNya. Kau adalah
manusia luar biasa…. Sungguh, aku tak
pernah mengira bahwa orang seistimewa
dirimu ternyata bisa merasa tidak percaya diri. Ya, sekarang aku paham.
Siapakah orang yg tidak merasa takut
dengan perjumpaan sejatinya dengan Tuhan? Kau pun pasti juga demikian ketika
itu. Ketika ucapan “Allahu Akbar” bukan sekedar ucapan. Tapi “Allahu Akbar”
adalah nyata, karena kau benar-benar menyaksikan sendiri “kebesaran” Tuhan.
Bahkan utusan Tuhan itu, yg aku dengar bernama Jibril, harus meyakinkanmu
sebanyak tiga kali, agar kau mau mengikutinya membaca surat Tuhan secara
lengkap.
“Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia
dengan perantaraan kalam (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya”. ~(Al-Alaq (96): 1-5)~
Ya, kau berhasil Muhammad. Kau
berhasil mengucapkannya dengan lengkap. Kau berhasil melawan semua rasa
takutmu. Kau berhasil membuktikan kepada semesta bahwa kau adalah pembawa pesan
Tuhan. Kau berhasil mengatasi ketakutanmu, karena kau peduli dengan umat,
karena kau peduli dengan kesejahteraan mereka, karena kau ingin membawa mereka
pada kondisi yang lebih baik. Karena kau ingin mendedikasikan hidupmu untuk
semesta. Karena kau ingin manusia menemukan cinta hakikinya: Tuhan.
Dan langkah awal ini kemudian
membawamu pada langkah besar lainnya. Sudah tak terhitung, Muhammad, berapa
banyak kisah-kisahmu diabadikan, berapa banyak tindakanmu dibicarakan orang,
berapa banyak perkataanmu dikutip dalam tulisan. Sudah tak terhitung, Muhammad,
berapa orang yang mengagumimu, berapa orang yg menjadikanmu sebagai teladan
menuju perbaikan, berapa orang yg menjadikanmu motivator di kala jatuh.
Karena cintamu begitu tulus,
karena kau selalu memberi bagian yg “sama” pada setiap manusia.
Dear Muhammad, lalu siapakah
orang yg kemudian tidak mencintaimu, jika kau begitu indah?
Sekali lagi, selamat ulang tahun
yaa! Semoga jiwamu akan senantiasa hidup dalam hati manusia, dalam generasi
manapun, dalam wilayah manapun. Amien. Allahuma sholli ala sayyidina Muhammad
^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar