Rabu, 25 April 2012

Akan Kutunggu hingga Pohon Kejujuran Berbuah


Seorang pria dengan baju lusuhnya berjalan
Sudah beribu kilometer ia tempuh
Sudah beratus orang ia temui
Dalam lelahnya ia pun bernyanyi di bangku duka

Aku adalah pangeran yang kini tampak seperti bayangan tak berguna
Aku telah kehilangan kekuatan terbesarku, kejujuran
Kau tahu di mana kejujuran berada? Kini aku ingin mencarinya lagi
Aku hanya mendengar dari orang-orang bahwa......
Kejujuran telah berujung pada kehancuran
Para peneriak kejujuran telah disingkirkan
Kejujuran dapat dibeli dengan uang
Kejujuran pun menjadi obralan

Ah, apakah pencarian ini akan kulanjutkan?
Kini kepalaku semakin pusing dengan pertanyaan-pertanyaan baru
Apakah itu keadilan?
Apakah itu kebijaksanaan?
Bahkan kini aku pun menjadi tak mengerti, apa itu kejujuran?

Muak… sudah…..
Cukup….muak…..
Sedih……terlalu sedih……

Tapi, tak ada yang mendengar nyanyian jiwa itu
Lagu yang liriknya ditulis di antara air mata kefakiran
Tak pernah menjadi indah bagi mereka yang bermahkotakan emas
Dan sang pangeran pun tetap bernyanyi

Agaknya kini kejujuran menjadi semakin mahal harganya
Ah, bahkan uangku pun tak cukup untuk membelinya sedikit saja
Oh, kejujuran. Tak maukah kau menoleh sedikit padaku?
Apakah kau begitu bangga diperebutkan orang-orang yang duduk di atas kursi raksasa?
Ya... Jika kau berniat untuk terbang ke angkasa, maka aku hanya bisa mengucapkan selamat tinggal

Agaknya kini kejujuran terselimut debu kemunafikan yang sangat legam
Sehingga dia tak nampak, tak terlihat
Oh, kejujuran. Apakah selimut itu begitu hangat hingga kau ingin terus terbuai dalam mimpi indahmu?
Ya... jika kau ingin berdansa dengan sepatu kacamu, maka aku tak ingin menghalangi langkahmu untuk pergi sebelum tengah malam

Gemericik angin, semilir menyapu wajah sang pangeran
Oh... sejuk... siapakah gerangan sang angin ini?
Sang angin yang ramah pun melanjutkan nyanyian pangeran yang belum usai

Kejujuran bukan milik saya, engkau, dia, dan mereka
Kejujuran adalah tempat Tuhan berkata dan berjalan
Jika kejujuran menjadi milik perseorangan, maka kejujuran itu tak kan pernah nyata
Kembalilah.....kembalilah kepada kejujuran yang lugu
Yang akan memberi jawaban atas setiap pertanyaan
Yang akan memberi keputusan atas setiap kegelisahan

Kejujuran.....
Tak usah digambarkan seperti apa pesonanya
Ia begitu gagah dalam kesederhanaannya
Ia begitu lantang dalam diamnya

Sudahlah angin... tak perlu kau membual
Siapakah yang akan menyuarakan kejujuran atas nama Tuhan jika bukan manusia?
Siapakah yang harus melantunkan perilaku jujur di dunia jika bukan manusia?
Ah ya, kau kan hanya angin. Mana kau tahu penderitaanku sebagai manusia?

Lagi, sang angin bernyanyi dengan penuh keanggunan
Ya aku hanyalah angin....
Tapi aku telah lama berada di dunia ini, jauh sebelum manusia-manusia lahir
Dulu Tuhan pernah membacakanku kisah indah
Tentang pangeran kejujuran yang berjuang bersama putri kedamaian
Mereka berkorban dengan cinta, memerangi asap-asap keserakahan
Hingga asap-asap itu menghilang dan bumi berubah warna menjadi pelangi

Mungkin kau adalah pangeran yang dimaksud Tuhan
Maka percayalah......kejujuran tak pernah tersembunyi
Dia ada dalam dekapan jiwamu
Jangan lelah menggapainya
Dia datang di saat yang tepat, di tempat yang tepat
Dia menunggu, dalam dzikirnya yang tanpa henti bagaikan lantunan debur ombak
Dia bertahta, dalam perintahnya yang tegas bagaikan duri terik mentari
Dia ada bersama jiwa-jiwa yang bersabar
Kejujuran yang bersinar adalah milik para ksatria

Ah, angin apakah benar yang kau katakan itu?
Aku sudah tak sabar untuk bertemu dengan kejujuran
Kapankah dia datang?
Kapankah dia kembali pada tahtanya?
Kapankah dia menampakkan diri di sini?
Di tengah kemunafikan yang tiada henti
Yang mencaci makna kejujuran itu sendiri
Yang kemudian sang jujur itu lari untuk mengungsi

Siapa yang mau bertahan pada kalimat jujur jika untuk menjadi jujur harus dibayar dengan neraka?
Siapa yang kini berani menjadi ksatria?
Aku? Kamu? Mereka? Ataukah kita?
Ah, tampaknya akan lebih baik jika aku berhenti mengejar mimpiku untuk menjadi pahlawan pengenggam kejujuran

Tidak pangeran, bagiku kau tetap ksatria
Ambillah kembali jubah kebesaranmu
Nyalakan api kebahagiaanmu
Aku akan tetap di sini menemanimu
Karena aku adalah angin
Penasihat alam

Angin, ke mana lagi aku harus melangkah
Aku sudah lapar
Perbekalanku habis
Namun aku juga tak ingin mati sebelum sempat bercakap dengan kejujuran
Aah... angin, aku melihat gerbang yang sangat indah sekali
Oh, apakah itu gerbang kejujuran?
Dia bersiul dengan sangat cantik, itukah ajakan untuk memeluknya?
Yaa, angin. Sekarang aku benar-benar bertemu dengan kebahagiaan
Izinkan aku pergi ke sana

Pergilah pangeran
Bawa semua bahagiamu
Aku tersenyum
Senyum paling indah yang pernah kurasakan
Aku tersenyum dengan desiranku
Karena aku tak punya mata untuk menangis

Maaf pangeran, ternyata aku tidak bisa menemanimu pergi
Aku harus tetap berjaga di sini
Di bawah ini telah tertanam bibit pohon kejujuran dengan sempurna
Ya, kau memang telah pergi
Namun kau tak pernah benar-benar pergi
Jiwamu masih hangat kurasakan

Teruslah bernyanyi pangeran
Dengan suara terindahmu
Di sana ada Tuhan
Yang sedang menunggu penampilanmu yang mempesona
Dan di sini, aku akan membuktikan kesetiaanku
Aku akan tetap menunggu pohon ini hingga tumbuh besar dan berbuah
Nanti buahnya akan aku bagikan pada orang-orang
Agar mereka tahu, bahwa kejujuran itu sangat manis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar