Kamis, 26 April 2012

Ini tentang Tuhan Kita, bukan Tuhanku atau Tuhanmu


Selamat malam Tuhan!
Apa kabar hari ini?
Apakah kau selalu baik2 saja?
Apakah kau tak pernah mengeluh sedikit pun?

Aku tahu Tuhan, mengurus dunia itu pasti melelahkan
Aku tahu kau sering sekali dipersalahkan
Aku tahu Tuhan, manusia tak pernah puas pada permintaan
Padahal kau selalu mengusahakan yang terbaik
Padahal kau selalu merencanakan  yang termanis

“Tuhan”, sebuah kata yang mungkin disebut orang setiap hari
Mungkin juga seminggu sekali
Mungkin setahun sekali
Mungkin sewindu sekali
Mungkin seumur hidup sekali
Mungkin juga tak pernah disebut sama sekali hingga mati

Tuhan? Aku tidak yakin apakah mereka menyebutmu sebagai Tuhan
Aku tidak yakin apakah mereka mengenalmu sebagai kesatuan
Yang aku tahu mereka menyebutmu dengan “agama”
Yang aku tahu mereka mengenalmu sebagai “ritual”
Aku tidak tahu, karena mereka hanya berkata ”atas nama Tuhan saya”

Aku tidak menyalahkan mereka
Mereka toh telah berusaha untuk menjadi manusia yang paling baik di matamu
Mereka toh telah meluangkan waktu yang tidak sedikit untuk belajar tentangmu
Dalam ibadah penuh target yang dikerjakan sepanjang hari
Dalam kajian rutin di tempat-tempat suci

Mereka tidak salah jika menyebutmu sebagai “nyata”
Nyata, wajib ada di tempat mulia, wajib disebut sesuai dogma
Mereka tidak salah jika menyebutmu sebagai “ghaib”
Ghaib, bebas berdiri di mana saja, bebas disebut sebagai siapa saja
Yang aku takutkan hanyalah……
Dengan “kenyataan” itu mereka menyombongkan Tuhannya
Dengan “keghaiban” itu mereka menyederhanakan Tuhannya

Dalam sebuah kamar jiwa aku kembali bertanya
Jadi sebenarnya aku ini siapa?
Apa aku juga sudah mengenal Tuhan?
Atau aku hanya bersikap seolah-olah mengenal Tuhan?
Atau aku hanya bersikap sok baik agar dianggap baik oleh orang-orang yang sudah mengenal Tuhan?

Siapa yang wajib mengenal Tuhan?
Kalau Tuhan tidak dikenal oleh siapapun apakah dunia akan hancur?
Kalau agama tidak pernah diajarkan oleh siapapun apakah manusia menjadi bodoh?

Lalu aku pun melihat ke arah cermin
Dengan sedikit atribut yang aku pakai, tampaknya cukup lah untuk meyakinkan mereka bahwa aku ini hamba  Tuhan
Ah, berlebihan sekali anggapan mereka
Padahal kalau dipikir-pikir, aku juga sering melakukan penilaian yang sama
Menilai orang santun hanya dari jubah putihnya
Menilai orang bijak hanya dari kata-kata  surgawinya

Aku sudah terlanjur tertambat pada sebuah ikatan
Ikatan yang sebenarnya tidak memaksa namun mendekap
Yah, ikatan yang membuatku tidak bisa lari, lari dari Tuhan
Meskipun aku tidak benar-benar tahu Tuhan itu siapa
Meskipun aku tidak benar-benar tahu beribadah yang baik seperti apa

Mungkin aku hanya mencoba untuk mencintaimu dengan caraku
Meskipun mereka sering berkata,”Bacalah pedoman yang paling benar”
Mungkin aku hanya mencoba untuk mengagumimu dengan caraku
Meskipun mereka sering berkata,” Pilihlah agama yang paling benar”

Aku memilih untuk berada dalam wilayahku sendiri
Aku turut belajar bersama mereka, sehingga aku pun berteman dengan kebenaran
Aku turut belajar bersama yang lain, sehingga aku pun berteman dengan keawaman

Aku berharap kebenaran dan keawaman dapat berteman baik
Agar mereka dapat saling berbincang dari hati
Agar mereka dapat bersatu dalam misterimu
Dan sungguh, mengenalmu dalam misteri memberi kepuasan tak terbayar bagiku

Terima kasih Tuhan,
Telah mengingatkanku bahwa aku masih punya Tuhan
Terima kasih Tuhan,
Telah bersedia menjadi Tuhan bagi manusia bersama
Terima kasih Tuhan,
Karena kau tidak pernah meributkan orang-orang yang meributkanmu

1 komentar: