Di sebuah zaman
aku berdiri
Melihat
sekeliling
Apakah bendera
negaraku masih berkibar?
Apakah lagu
kebangsaanku masih diperdengarkan?
Masih...
Bendera masih
tetap berkibar
Walau telah
terlihat usang termakan zaman
Walau dengan
bentuk tak karuan karena terpaan topan
Masih...
Lagu kebangsaan tetap
terdengar
Walau di
telingaku kadang sumbang tak berirama
Walau diucapkan
dengan lirik tanpa wibawa
Di sebuah zaman
aku terdiam
Berpikir dalam
keheningan
Apakah benar
perang telah berhenti?
Apakah benar
damai telah bersemi?
Perang ada di
sini
Di sebuah tempat
tersembunyi
Bersemayam dalam
kedengkian hati
Merajai tiap
langkah mereka yang mendengungkan hak asasi
Hingga tampak
sebagai keadilan yang tak pernah terbukti
Damai ada di sini
Di sebuah tempat berlantai
toleransi
Namun ia ternodai
sampah-sampah diskriminasi
Lidi-lidi
kesatuan pun tak mampu membersihkan hingga suci
Lalu di manakah
aku berada?
Di antara perang
dan damai jawabnya
Ketika kata
“merdeka” tak lagi menjadi barang berharga
Saat darah &
nyawa dinilai terlalu mahal untuk menjadi legenda
Aku merindukan
surga
Sebuah tempat
teraman
Agar aku mampu
melihat
Setiap tangan
bergandengan dengan mesra
Agar aku mampu
bertemu Tuhan
Untuk bertanya dari
apakah amarah terbuat?
Sayup-sayup suara
itu terdengar kembali
Dari balik
jendela berlubang bekas peluru dia berkata,
Untuk sebuah
mimpi yang tak pernah mati aku berjuang
Untuk sebuah
tujuan yang tak pernah lekang aku berkorban
Dan lihatlah,
senyumku abadi
Ah, dia terlalu
baik
Masih bisa
tersenyum meski sebenarnya terkhianati
Di sini... saat
ini...
Mungkin aku
hanyalah aku
Salah satu dari
jutaan manusia yang mendapat warisan masa lampau
Aku ingin selalu
menyimpan warisan itu di sudut hati
Dalam sebuah doa,
Dengan menyebut
nama Indonesia
Jogja, 2 Juni 2011
(coretan iseng part
II ISJ, dgn bantuan inspirasi dr NYW :D)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar