“Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab”
Ya, itu adalah bunyi sila ke 2
Pancasila. Sudah sering kita dengar ya, apalagi ketika masa-masa sekolah dulu.
Minimal seminggu sekali lah, saat upacara bendera.
Apa yang terlintas dalam benak Anda
ketika membaca atau mendengar sila kedua tersebut? “Apa yaa? Nggak pernah
mikirin tuh. Kemanusiaan itu ya pokoknya harus adil. Berarti nggak boleh ada
perbedaan, kayak diskriminasi gitu deh. Setiap manusia sama, nggak ada yang
lebih tinggi atau lebih rendah.” Mungkin
itu salah satu jawaban yang ingin Anda sampaikan.
Oke, saya setuju dengan Anda.
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sebuah kalimat yang simpel, tapi sussaaah
bangeet mewujudkannya. “Ah nggak. Apanya yang susah? Ngasih duit ke pengemis
atau pengamen, itu kan namanya udah berjiwa kemanusiaan.”
Kemanusiaan? Jadi maksud Anda
dengan memberikan sesuatu pada orang lain itu sudah bernilai kemanusiaan? Ya,
itu tidak salah, tapi disini saya ingin menggarisbawahi dengan lebiiih tebbel ya! Bagi saya kemanusiaan itu
adalah unconditional love atau cinta tanpa syarat.
“Maksudnya apa nih? Cinta tanpa
syarat? Berarti ketika orang itu jelek, bodoh, nggak punya duit, nggak punya
jabatan, penyakitan, kita harus tetap
cinta sama dia? Aaah, kalo itu mah susah. Kemanusiaan sih kemanusiaan.
Kemanusiaan kan identik dengan jiwa sosial. Kalo saya udah ngasih sumbangan ke
orang ya sudah, nggak usah pake cinta-cinta-an segala.”
Hihihi… Ada yang mau protes nih. Ups,
jadi definisi kemanusiaan dari saya terlalu berat ya? Idealisnya sih begitu.
Dan saya juga pengennya definisi kemanusiaan itu nggak sekedar definisi, tapi
juga harus benar-benar bisa diterapkan. Kalo mau ngomongin kemanusiaan itu
luaas banget, temen-temen. Karena memang ketika kita benar-benar menyatu dengan
sisi “kemanusiaan”, maka kita sudah masuk ke wilayah hati. Nah loh, kan kata
pepatah: Dalamnya laut bisa diukur, tapi dalamnya hati siapa yang tahu.
Tuh kaan… Saya ambil salah satu
sampel aja ya temans. Teman-teman sudah pernah mendengar kata HIV kan? “Ooh,
AIDS ya? Nggg…. Yang biasanya diderita pelacur, orang-orang yang pernah
melakukan seks bebas, gay, atau lesbi itu ya?”
Trus apa hubungannya dengan
kemanusiaan? Hubungannya jelas lah. Disini saya nggak mau njelasin hal ini
secara rumit sih, yang secara pasal-pasal hukum atau dalil-dalil agama. Disini
saya cuma pengen memotret kata “ke-MANUSIA-an” dalam bingkai yang indah.
M-A-N-U-S-I-A. Penderita AIDS
adalah manusia kan? Kita juga manusia kan? Lalu apa susahnya menunjukkan unconditional love pada mereka?
“Susah laah. Kan kita beda sama
mereka. Kita ini orang baik-baik lho. Perintah agama, semuanya dijalanin.
Perintah ortu, kagak ada yang bolong. Kita nggak pernah dipenjara, nggak pernah
juga melanggar norma. Kalo mereka? Mmm… ya gitu deh. Apaan tuh? Terkena
penyakit najis, menjijikkan. Salah sendiri, siapa suruh berbuat yang
enggak-enggak?”
Hmm, gitu ya pendapat Anda? Kalaulah
saya boleh mengajak Tuhan untuk ikutan ngobrol disini, kira-kira apa ya
pendapat Dia? Apakah Dia sependapat dengan Anda? Atau Dia punya pendapat lain
yang cetar membahana? Hoho… Saya nggak
pernah ketemuan secara langsung dengan Tuhan sih. Jadinya nggak tahu
pendapatNya yang pasti kayak gimana. Padahal kalo saya berhasil ketemu dengan
Dia nih, pasti selesai semua perkara ya. Saya dan Anda jadi nggak perlu
bertanya-tanya, gimana sih cara pandang terhadap Orang dengan HIV AIDS (ODHA)
yang benar? Apa mereka harus dipandang sebelah mata? Apa mereka harus
dikasihani? Kalau Tuhan yang ngasih jawaban sih, kebenaran menjadi mutlak milik
Dia ya. Trus kita tinggal ngikut aja apa kata Tuhan.
Saya yakin sih Tuhan pasti
mengamati setiap hal yang ada di dunia ini. Dia juga pastinya ngasih komentar,
meskipun kita seringkali nggak peka untuk mendengar komentarNya. Bagi
teman-teman yang masih menganggap AIDS sebagai “kutukan” Tuhan atas perbuatan
dosa dari manusia, cobalah untuk mencermati lagi kata “kutukan” tersebut.
Hoooi, ini Tuhan lho, bukan ibunya Malin Kundang. Kalo ibunya Malin Kundang sih
bisa dengan gampang ngutuk anaknya jadi batu. Itu juga masih katanya nenek
moyang, belum terbukti faktanya. Nah, kalo Tuhan? Apakah mengutuk manusia merupakan
sesuatu yang gampang?
Saya pikir Tuhan itu terlalu
bijak sih kalo harus ngutuk sana ngutuk sini. “Hah, dasar kau manusia nakal.
Sini Aku beri kutukan biar tahu rasa.” Mmm, saya pikir perkataan seperti ini
hanya pantas diucapkan di sinetron-sinetron, tapi tidak pantas diucapkan Tuhan,
hehe…
Tuhan yang Maha Bijak, pasti juga
Maha Menimbang ketika memutuskan sesuatu. Kita nggak bisa nilai dosa enggaknya
seseorang cuma dari infeksi AIDS. Pekerjaan ngukur dosa itu susah kali. Kalo
mau ngukur dosa dengan akurat, ada nggak timbangan yang bagus? Coba deh,
dibandingin lebih banyak mana dosanya? Kita atau ODHA?
“Kayaknya sih tetep banyakan
dosanya ODHA”. Hayoo mana dosamu yg suka nggosipin orang lain, yang suka
hambur-hamburin duit buat belanja, yang suka iri kalo liat orang lain lebih
sukses? Mana itu semuanya? Coba kalo ditotal, lebih banyak manaa?
Tuh kan, diri sendiri aja belum
tentu dosanya lebih dikit, eh udah berani-beraninya ngomong kalo ODHA penuh dengan
perbuatan dosa. Jadi ya teman-teman, kan kita ini ceritanya lagi hidup di dunia
nih, dan kita sama-sama nggak tahu dosanya siapa yang lebih banyak, maka dari
itu alangkah baiknya jika kita tidak usah memperibet diri dengan judgement. Siapa yang capek kalo kita
njelek-njelekin orang lain? Kita sendiri kan? Orang lain nggak bikin masalah
sama kita eh malah kita yang bikin masalah dengan diri sendiri.
Yaa begitulah manusia. Terkadang
hal yang sebenarnya simpel malah jadi rumit ketika sudah masuk kepala manusia. Padahal
kalo masuk ke dalam hati jadinya tetep simpel lho, indah lagi. Dalam melihat
ODHA, cukuplah kita melihat mereka sebagai MANUSIA. Ya, manusia. Makhluk Tuhan
yang biasa aja sekaligus istimewa. Biasa aja, sebagaimana kita, punya
kekurangan dan kelebihan. Kalo mereka pernah melakukan kesalahan, kita pun
pastinya juga. Karena kalo nggak pernah salah ntar saingan lagi sama Tuhan.
Istimewa, karena mereka diberi kesempatan untuk belajar secara “lebih” daripada
kita. Setiap orang pasti pernah sakit kan? Flu, batuk, masuk angin, mungkin itu
penyakit yang biasa Anda derita. Penyakit yang nggak perlu dikhawatirkan akan
membuat nyawa kita melayang. Tapi mereka? Mereka menderita penyakit yang secara
perlahan menggerogoti sistem kekebalan tubuh. Itu bukan hal yang mudah lho
untuk dijalani. Berteman dengan tubuh yang semakin lemah, kurus, belum lagi
harus berteman dengan cemoohan masyarakat. Bukankah itu keren, ketika mereka
masih sanggup berdiri dan berkarya di tengah ujian yang begitu berat?
Hayoo ngaku, siapa yang suka
bolos kerja, kuliah atau sekolah hanya dengan alasan sakit flu, padahal flunya
nggak parah-parah amat? Kita seharusnya malu dengan ODHA. Mereka sakit, tapi
harus dituntut untuk tetap hidup, untuk tetap dapat menjalani hari dengan
syukur. Kita pun sama dengan mereka, kita juga dituntut untuk hidup dan
menjalani hidup dengan berkarya dan bersyukur. Nah, kita memiliki tanggung
jawab yang sama dari Tuhan kan? Jadi mengapa kita tidak saling bekerja sama
saja? Kita manusia, mereka juga manusia. Sekaranglah saatnya kita mengingatkan
diri lagi untuk berperan sebagai manusia, dengan mencintai mereka sebagai
manusia juga.
Cinta tanpa syarat itu mudah,
jika kita mau memudahkan hati kita untuk merasakan dan menghadiahkannya pada
orang lain. Kita tidak perlu sibuk memikirkan bantuan apa yang bisa kita
berikan untuk ODHA, kegiatan sosial apa yang bisa kita rancang untuk mereka?
Kita hanya perlu berperan dan memperlakukan mereka sebagai manusia kok, seperti
saudara dan teman kita sendiri. Itu memang berat sih, bagi kita yang belum
terbiasa untuk terlepas dari stigma. Tapi seberat apapun itu, itu “hanyalah”
ujian. Ujian untuk lebih mendekatkan kita pada hati kita. Hati adalah tempat
Tuhan bersemayam. Ketika hati masih dipenuhi rasa berat akibat benci, maka
Tuhan belum sepenuhnya hadir di tempat itu.
Yuk, kita bersama-sama melangkah,
bergandengan tangan dengan ODHA. Bersama-sama melakukan kebaikan di dunia dan
menghadirkan Tuhan dalam hati kita semua!
Imaaa,, kapan bikin buku,, q tungguin juga..
BalasHapusHhe,, nice post ma,, q selalu suka tulisan mu,, lanjutkan ya,, klo udah jadi bukunya kabarin.. :p
minggu lalu baca status fb temen, statistik istri penderita HIV bertambah, tertular dr suaminya yg suka selingkuh; juga tidak sedikit anak2 yang lahir dengan status ODHA; HIV, virus yg mengganggu imunitas tubuh, dgn pola hidup yg lebih baik dgn dibantu obat2an bs memiliki hidup berkualitas; AIDS kondisi lanjut penderita HIV tanpa penanganan yg baik; penularan HIV lebih terbatas dibanding penyakit2 menular lainnya
BalasHapuskira2 hampir 2 dekade yang lalu, pertama kali kelompok agama di indonesia akan menghukum mati penderita HIV, disaat yg bersamaan foto Lady Diana menjadi cover majalah internasional menggendong dengan penuh kasih sayang seorang anak di afrika penderita AIDS
'seseorang yang mengetahui kematiannya memiliki pandangan hidup yang lebih bijak akan hidup'
maukah mengadopsi anak ODHA?
maukah pacaran sama penderita ODHA?
maukah menikah dengan penderita ODHA?
maukan tinggal serumah/sekos dengan menderita ODHA?
maukah merangkul teman penderita ODHA
maukah berteman dengan penderita ODHA
hehe... makasih temans, udah mau berkunjung... ^^ kapan yaa bikin buku? nanti klo udah direstui Tuhan deh...
BalasHapusKalian semua adalah inspirasiku jg lhoo :)